Tuesday, 2 July 2013

LAHAN KERING

Pengertian lahan kering adalah lahan tadah hujan (rainfed) yang dapat diusahakan secara sawah (lowland, wetland) atau secara tegal atau ladang (upland). Lahan kering pada umumnya berupa lahan atasan, kriteria yang membedakan lahan kering adalah sumber air. Sumber air bagi lahan kering adalah air hujan, sedangkan bagi lahan basah disamping air hujan juga dari sumber air irigasi. (Notohadiprawiro, 1988 dalamSuyana, 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa Indonesia mempunyai asset nasional berupa pertanian lahan kering sekitar 111,4 juta ha atau 58,5% dari luas seluruh daratan.
Pertanian lahan kering mempunyai kondisi fisik dan potensi lahan sangat beragam dengan kondisi sosial ekonomi petani umumnya kurang mampu dengan sumberdaya lahan pertanian terbatas. Lahan kering merupakan sumberdaya pertanian terbesar ditinjau dari segi luasnya, namun profil usahatani pada agroekosistem ini sebahagian masih diwarnai oleh rendahnya produksi yang berkaitan erat dengan rendahnya produktivitas lahan. Di beberapa daerah telah terjadi degradasi lahan karena kurang cermatnya pengelolaan konvensional dan menyebabkan petani tidak mampu meningkatkan pendapatannya. Berdasarkan kendala-kendala tersebut, maka untuk menjamin produksi pertanian yang cukup tinggi secara berkelanjutan diperlukan suatu konsep yang aktual dan perencanaan yang tepat untuk memanfaatkan sumberdaya lahan khususnya lahan kering (Marwah, 2001)
Berlainan dengan lahan sawah dataran rendah, agroekologi lahan kering sangat beragam, karena elevasi dan jenis tanah yang berbeda, relatif peka erosi, adopsi teknologi rendah, dan ketersediaan modal kecil (Manwan et al.,1988 dalam Suyana, 2003).
a. Karakterisitik Lahan Kering
Sistem usahatani di lahan kering belum banyak dipahami secara mendalam, biasanya terletak di DAS bagian hulu dan tengah. Kendala lingkungan dan kondisi sosial-ekonomi petani, serta keterbatasan sentuhan teknologi konservasi yang sesuai menyebabkan kualitas dan produktivitas dari sistem usahatani yang ada masih sangat terbatas.
Ciri utama yang menonjol di lahan kering adalah terbatasnya air, makin menurunnya produktifitas lahan, tingginya variabilitas kesuburan tanah dan macam spesies tanaman yang ditanam serta aspek sosial, ekonomi dan budaya. Sedangkan Dudung (1991) dalam Guritno et al. (1997) berpendapat bahwa keadaan lahan kering umumnya adalah lahan tadah hujan yang lebih peka terhadap erosi, dimana adopsi teknologi maju masih rendah, ketersediaan modal sangat terbatas dan infrastruktur tidak sebaik di daerah sawah (Guritno et al. 1997 dalam Hamzah, 2003).
Lahan kering marginal dan yang berstatus kritis biasanya dicirikan oleh solum tanah yang dangkal, kemiringan lereng curam, tingkat erosi telah lanjut, kandungan bahan organik sangat rendah, serta banyaknya singkapan batuan dipermukaan. Sebagian besar lahan marginal tersebut dikelola oleh petani miskin, yang tidak mampu melaksanakan upaya-upaya konservasi, sehingga makin lama kondisinya makin memburuk. Lahan tersebut pada umumnya terdapat di wilayah desa tertinggal, dan hasil pertaniannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup penggarap bersama keluarganya (Suwardjo et al., 1995 dan Karama dan Abdurrachman, 1995 dalam Suyana, 2003).
b. Permasalahan Lahan Kering
Usahatani lahan kering, dalam keadaan alamiah memiliki berbagai kondisi yang menghambat pengembangannya antara lain; keterbatasan air, kesusburan tanah yang rendah, peka terhadap erosi, topografi bergelombang sampai berbukit, produktivitas lahan rendah, dan ketersediaan sarana yang kurang memadai serta sulit dalam memasarkan hasil (Haridjaja, 1990).
Pada kondisi lahan yang telah terdegradasi berat tidak mudah untuk ditingkatkan produktivitasnya, makin parah tingkat kekritisan lahan makin serius gangguan terhadap lingkungan dan makin sukar untuk meningkatkan produktivitas lahannya. Lahan-lahan demikian harus direhabilitasi sesegera mungkin dengan baik, sehingga tidak terancam erosi lagi dan produktivitas lahan dapat ditingkatkan. Mengingat lahan kering marginal dan kritis tersebut sebagian besar terletak di DAS bagian hulu dan tengah, maka pembangunan usahatani konservasi di lahan kering tersebut bukan saja bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kesejahteraan penduduknya, tetapi fungsinya lebih jauh lagi untuk menyelamatkan lingkungan hidup disekitarnya termasuk sampai daerah hilir (Suyana, 2003).
Oleh karena itu, Sinukaban (1995) menegaskan bahwa di dalam pengelolaan lahan tersebut hendaknya mencakup lima unsur yaitu: (1) perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya, (2) tindakan-tindakan khusus konservasi tanah dan air, (3) menyiapkan tanah dalam keadaan olah yang baik, dan (5) menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang bagi tumbuhan.

0 Comments:

Post a Comment



By :
Free Blog Templates