Sunday, 28 April 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata ”tanah” seperti banyak kata umum lainnya,
mempunyai beberapa pengertian. Dalam pengertian tradisional tanah adalah medium
alami untuk pertumbuhan tanaman daratan, tanpa memperhitungkan tanah tersebut
mempunyai horizon yang keliatan atau tidak. Pengertian ini masih merupakan arti
yang paling umum dari kata tersebut, dan perhatian yang terbesar pada tanah
terpusat pada pengertian ini. Orang menganggaptanah adalah penting, oleh karena
tanah mendukung kehidupan tanam-tanaman yang memaso pangan, serat, obat-obatan,
dan berbagai keperluan lain manusia, juga karena mampu menyaring air serta
mendaur ulang limbah. Tanah menutupi permukaan bumi sebagai lapisan yang
sambung menyambung, terkecuali pada batuan tandus, pada wilayah yang terus
menerus membeku, atau tertutup air dalam, atau pada lapisan es terbuka suatu
glester. Dalam pengertian ini, tanah memiliki suatu ketebalan yang ditentukan
oleh kedalaman akar tanaman.
Tanah merupakan suatu benda alam
yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas,
yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah
satu atau kedua berikut: horison-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat
dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan,
kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan
mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alami (Soil Survey Staff,
1999). Schoeder (1972) mendefinisikan tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang
mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad
hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi dan
kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri
morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam
tanaman. Menurut Jooffe dan Marbut (1949), dua orang ahli Ilmu Tanah dari
Amerika Serikat, Tanah adalah tubuh alam yang terbentuk dan berkembang sebagai
akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-bahan alam dipermukaan bumi.
Tubuh alam ini dapat berdiferensiasi membentuk horizon-horizon mieneral maupun
organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifat-sifatnya dengan bahan
induk yang terletak dibawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat
fisik maupun kehidupan biologinya.
Ada tiga hal penting yang dari definisi ini :
· Tanah itu
terbentuk dan berkembang dari proses-proses alami
· Adanya
diferensiasi profil tanah membentuk horizon-horizon
· Terdapat
perbedaan yang menyolok antara sifat-sifat bahan induk dengan horizon-horizon
tanah yang terbentuk terutama dalam hal morfologi, kimiafi, fisik dan
biologinya.
Darmawijaya (1990) mendefinisikan
tanah sebagai akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan
palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat
pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam
keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Batas atas dari
tanah adalah batas antara tanah dan udara, air dangkal, tumbuhan hidup, atau
bahan tumbuhan yang belum mulai terlapuk. Wilayah yang dianggap tidak mempunyai
tanah, apabila permukaan secara permanen tertutup oleh air yang terlalui dalam
(secara tipikal lebih dari 2.5 m) untuk pertumbuhan tanam-tanaman berakar. Batas
horizontal tanah adalah wilayah dimana tanah berangsur beralih kedalam,
area-area tandus, batuan atau es. Batas bawah yang memisahkan dari bahan bukan
tanah yang terletak dibawahnya, adalah yang paling sulit ditetapkan. Tanah
tersusun dari horizon-horizon dekat permukaan bumi yang berbeda kontras tehadap
bahan induk di bawahnya, telah mengalamiperubahan interaksi antara iklim,
relief dan jasad hidup selama waktu pembentukannya. Bisanya, pada batas bawah
tanah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan kimia tanah?
2.
Bagaimana sifat kimia tanah?
3.
Apa saja kandungan kimia yang ada di dalam tanah?
4.
Bagaimana hubungan kimia tanah dengan air tanah?
5.
Bagaimana cara mengukur derajad kemasaman (pH) suatu
tanah?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah agar para pembaca dapat memahami
:
1.
Definisi kimia tanah.
2.
Sifat-sifat kimia tanah.
3.
Kandungan kimia yang ada di dalam tanah.
4.
Hubungan kimia tanah dengan air tanah.
5.
Cara mengukur derajad keasaman (pH) tanah.
BAB II
ISI
A. Kimia Tanah
Kimia tanah
adalah unsur zat kimia yang terdapat dalam tanah, dimana zat kimia
tersebut berasal dari zat kimia yang meresap kedalam tanah. Dan mengalami
penurunan kualitas yang dikarenakan unsur zat kimia tersebut.
B. Sifat-sifat Kimia Tanah
Beberapa
Sifat Kimia Tanah antara lain :
Ø
Derajat Kemasaman Tanah (pH)
Reaksi tanah menunjukkan sifat
kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH
menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin
tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah
selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding
terbalik dengan banyaknya H+. pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi
daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+.
Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai
pH = 7 (Anonim 1991).
Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan
pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari
7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di
Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga tanah
dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya
masih agak masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam
dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak
mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah
sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na (Anonim
1991).
Ø
C-Organik
Kandungan bahan organik dalam tanah
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu
budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan
kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik
dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991).
Bahan organik tanah sangat
menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah.
Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik
dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen,
Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat
proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan
organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara
lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat
meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan
degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan
menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 1991).
Ø
N-Total
Nitrogen merupakan unsur hara makro
esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam
pembentukan protein (Hanafiah 2005).
Menurut Hardjowigeno (2003) Nitrogen dalam tanah
berasal dari :
a.Bahan Organik Tanah : Bahan
organik halus dan bahan organik kasar
b.Pengikatan oleh mikroorganisme
dari N udara
c.Pupuk
d.Air Hujan
Sumber N berasal dari atmosfer
sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas didalam tanah sebagai
sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya terdapat pada tanaman
jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N
dan senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad
renik tanah.
Hilangnya N dari tanah disebabkan
karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme. Kandungan N total umumnya
berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi
tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut (Hardjowigeno 2003). Manfaat dari
Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta
berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan
lain (RAM 2007). Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan
anorganik. Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N.
Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3, namun bentuk lain yang
juga dapat menyerap adalah NH4, dan urea (CO(N2))2 dalam bentuk NO3.
Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami
mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N
terangkut, sebagian kembali scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan
kembali lagi, hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan.
Ada yang hilang atau bertambah karena pengendapan.
Ø
P-Bray
Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal
dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di dalam tanah. Fosfor
paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7 (Hardjowigeno 2003).
Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam
tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik dan fosfor anorganik.
Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang lebih kaya
akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama
kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 – 0,5 %. Tanah-tanah tua di Indonesia
(podsolik dan litosol) umumnya berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi
tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan suplai P kemungkinan besar akan
gagal akibat defisiensi P (Hanafiah 2005). Menurut Foth (1994) jika kekurangan
fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil.
Ø
Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara ketiga
setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+.
Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan listrik yang
disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al.
(1986), menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat
dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar,
fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri.
Kalium tanah terbentuk dari
pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Melalui proses
dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke
tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau
tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman
dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah.
Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan
ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk
diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit Kalium.
Ø
Natrium (Na)
Natrium merupakan unsur penyusun
lithosfer keenam setelah Ca yaitu 2,75% yang berperan penting dalam menentukan
karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah kering dan agak
kering yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar Na di laut, suatu
tanah disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya
dijenuhi oleh ≥ 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan
dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya
adalah halit (NaCl). Kelompok tanah alkalin ini disebut tanah halomorfik, yang
umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim kering dan berdrainase buruk.
Sebagaimana unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat
dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah, 2005).
Ø
Kalsium (Ca)
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur
mineral essensial sekunder seperti Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan
dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh kompleks
adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci
(Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan
pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu
keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa
enzim (RAM 2007).
Ø
Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti
halnya dengan beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan
perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum
waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah 2005).
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia
yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan
kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi
daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah
berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung
pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi
oleh :
1.Reaksi tanah
2.Tekstur atau jumlah liat
3.Jenis mineral liat
4.Bahan organik dan,
5.Pengapuran serta pemupukan.
Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation
tanah sangat beragam, karena jumlah humus dan liat serta macam liat yang
dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.
Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation
basa yang ditukarkan dengan kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam
persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah kemasaman tinggi dan kejenuhan basa
mendekati 100% tanah bersifal alkalis. Tampaknya terdapat hubungan yang positif
antara kejenuhan basa dan pH. Akan tetapi hubungan tersebut dapat dipengaruhi
oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap. Tanah dengan
kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan memberikan nilai pH
tanah yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H+
yang diserap pada permukaan koloid (Anonim 1991).
Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk
mengenai kesuburan sesuatu tanah. Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat
untuk tanaman tergantung pada derajat kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila
kejenuhan basa > 80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basa antara 50-80%
dan tidak subur jika kejenuhan basa < 50 %. Hal ini didasarkan pada sifat
tanah dengan kejenuhan basa 80% akan membebaskan kation basa dapat
dipertukarkan lebih mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50% (Anonim 1991).
Tuesday, 23 April 2013
Dihybrid Heredity adalah hasil persilangan antara dua individu yang mempunyai dua sifat beda, sehingga dihybrid yang dihasilkan adalah heterozigot. Persilangan yang menghasilkan individu dihybrid tersebut dinamakan persilangan dihybrid.
Persilangan dua individu dengan dua sifat beda atau lebih menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotipe dan genotipe tertentu. Mendel dalam percobaannya menggunakan kacang ercis galur murni yang mempunyai biji bulat warna kuning dengan galur murni yang mempunyai biji keriput warna hijau. Karena bulat dan kuning dominan terhadap keriput dan hijau, maka F1 seluruhnya berupa kacang ercis berbiji bulat dan warna biji kuning. Biji-biji F1 ini kemudian ditanam kembali dan dilakukan penyerbukan sesamanya untuk memperoleh F2. Keturunan kedua F2 yang diperoleh adalah sebagai berikut. Persilangan tersebut adalah persilangan dua individu dengan dua sifat beda yaitu bentuk biji dan warna biji.B = bulat,dominan terhadap keriput b = keriput K = kuning, dominan terhadap hijau k = hijau
Individu yang mengandung B memiliki biji bulat dan individu yang mengandung Kmemiliki biji warna kuning.Fenotipe pada F2 adalah
1. bulat – kuning = nomor : 1 , 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 13
2. bulat – hijau = nomor : 6, 18, 14
3. keripit – kuing = nomor : 11, 12, 15
4. keriput – hijau = nomor : 16
5.2. Contoh Persilangan Dihybrid
a. Persilangan antara kucing buntut pendek warna putih dengan buntut panjang warna coklat, dimana buntut pendek dominan terhadap buntut panjang serta warna coklat dominan terhadap warna putih
a. Persilangan antara kucing buntut pendek warna putih dengan buntut panjang warna coklat, dimana buntut pendek dominan terhadap buntut panjang serta warna coklat dominan terhadap warna putih
Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s (buntut panjang) pada generasi F2
Hukum pemisahan disini dapat diterangkan dengan melihat genotype SsBb, yang mana mempunyai 4 Gamet yaitu SB, Sb, sB dan sb. Sedangkan penggabungan bebas dapat diterangkan melalui intersemating pada Individu-individu F1 sehingga didapat individu- individu pada F2. Tabel diatas menunjukkan bahwa tiap gamet akan secara bebas saling bergabung untuk membentuk genotype baru. Jadi terlihat bahwa jumlah gamet = 4 dan jumlah macam genotype yang dihasilkan pada saat rekombinasi adalah 16 buah.
b. Pada sapi, sifat tak bertanduk berlaku dominan terhadap sifat bertanduk dan sifat warna kulit hitam dominan terhadap kulit merah. Sapi warna kulit merah tidak bertanduk dikawinkan dengan sapi jantan warna kulit hitam bertanduk. Anak yang dihasilkan pada generasi pertama adalah semuanya berwarna hitam dan tidak bertanduk. Bagaimana genotype kedua sapi tersebut dan bagaimana pula hasil keturunannya bila individu pada F1 tersebut dikawinkan dengan individu homozigot resesif (Test cross/Silang Uji)
Jawab :
Diketahui :
Diketahui :
· Sifat tidak bertanduk dominan terhadap sifat bertanduk
· Sifat Warna Kulit Hitam dominan terhadap warna kulit merah
· Apabila Sifat Warna Kulit Hitam diberi Simbol P dan Tidak bertanduk = B
· Genotipe Sapi warna kulit merah tidak bertanduk = ppBB dan ppBb
· Genotipe Sapi warna kulit Hitam bertanduk = PPbb dan Ppbb
· Model persilangan = ppBB x PPbb; ppBb x PPbb, ppBB x Ppbb, ppBb x Ppbb
Kesimpulan :
Dari keempat kemungkinan tersebut, maka kemungkinan pertama (1) memenuhi syarat sebagai orang tua dimana menghasilkan sapi yang semuanya berwarna Hitam dan Tidak Bertanduk pada F1.
Dari keempat kemungkinan tersebut, maka kemungkinan pertama (1) memenuhi syarat sebagai orang tua dimana menghasilkan sapi yang semuanya berwarna Hitam dan Tidak Bertanduk pada F1.
5.3. Trihybrid Heredity
Persilangan Trihybrid adalah Persilangan antara dua individu dengan tiga (3) sifat beda (tiga pasang gen). Pada invidu trihybrid ini akan menghasilkan 8 macam gamet dan 64 buah kombinasi baru yang terjadi antara gamet-gamet tersebut.
Persilangan Trihybrid adalah Persilangan antara dua individu dengan tiga (3) sifat beda (tiga pasang gen). Pada invidu trihybrid ini akan menghasilkan 8 macam gamet dan 64 buah kombinasi baru yang terjadi antara gamet-gamet tersebut.
Keterangan :
T-K-B- : Batang Tinggi, Biji Bulat Warna Kuning = 27
T-K-bb : Batang Tinggi, Biji Bulat Warna Hijau = 9
T-kkB- : Batang Tinggi, Biji Keriput, Warna Kuning = 9
ttK-B- : Batang pendek, Biji Bulat, Warna Kuning = 9
T-kkbb : Batang Tinggi, Biji Keriput, Warna Hijau = 3
ttK-bb : Batang Pendek, Biji Bulat, Warna Hijau = 3
ttkkB- : Batang Pendek, Biji Keriput, Warna Kuning = 3
ttkkbb : Batang pendek, biji keriput, warna hijau = 1
T-K-B- : Batang Tinggi, Biji Bulat Warna Kuning = 27
T-K-bb : Batang Tinggi, Biji Bulat Warna Hijau = 9
T-kkB- : Batang Tinggi, Biji Keriput, Warna Kuning = 9
ttK-B- : Batang pendek, Biji Bulat, Warna Kuning = 9
T-kkbb : Batang Tinggi, Biji Keriput, Warna Hijau = 3
ttK-bb : Batang Pendek, Biji Bulat, Warna Hijau = 3
ttkkB- : Batang Pendek, Biji Keriput, Warna Kuning = 3
ttkkbb : Batang pendek, biji keriput, warna hijau = 1
b. Perkawinan antara Guinea-piq yang mempunyai warna HITAM, Rambut KASAR, Rambut PENDEK dengan warna PUTIH, Rambut HALUS, Rambut PANJANG. Warna Hitam dominan terhadap warna Putih, Rambut Kasar dominan terhadap Rambut Halus dan Rambut Pendek dominan terhadap Rambut Panjang.
Maka: Genotipe Warna Hitam, Rambut Kasar dan Rambut Pendek = CCRRSS
Genotipe Warna Putih, Rambut Halus dan Rambut Panjang = ccrrss
Maka: Genotipe Warna Hitam, Rambut Kasar dan Rambut Pendek = CCRRSS
Genotipe Warna Putih, Rambut Halus dan Rambut Panjang = ccrrss
Kesimpulan :
Apabila dilihat dari Fenotipe F2 hasil persilangan Monohybrid = 3 : 1; Dihybrid = 9:3:3:1 dan Trihybrid = 27:9:9:9:3:3:3:1, maka dapat disimpulkan bahwa perbandingan pada Fenotipe F2 adalah mengikuti rumus (a + b)n, dimana a = 3, b = 1 dan n = berapa pasang gen yang dipakai.
Apabila dilihat dari Fenotipe F2 hasil persilangan Monohybrid = 3 : 1; Dihybrid = 9:3:3:1 dan Trihybrid = 27:9:9:9:3:3:3:1, maka dapat disimpulkan bahwa perbandingan pada Fenotipe F2 adalah mengikuti rumus (a + b)n, dimana a = 3, b = 1 dan n = berapa pasang gen yang dipakai.
Jadi
Untuk Monohybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)1 = 3 : 1
Untuk Dihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)2 = (3)2 + 2(3)1(1) + (1)2 = 9:3:3:1
Untuk Trihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)3 = (3)3 + 3(3)2(1) + 3((3)1(1)+(1)3
= 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
Untuk Dihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)2 = (3)2 + 2(3)1(1) + (1)2 = 9:3:3:1
Untuk Trihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)3 = (3)3 + 3(3)2(1) + 3((3)1(1)+(1)3
= 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
5.4. Cara Penentuan Macam Gamet
Untuk menentukan Gamet dalam suatu persilangan individu dengan sifat beda maka dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
Untuk menentukan Gamet dalam suatu persilangan individu dengan sifat beda maka dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
a) Cara Manual
Misal : P = AaBb
Misal : P = AaBb
Genotip ini memiliki 2 tanda beda yang heterozigot. Jumlah Gamet adalah = 22 = 4
Macamnya :
Mula-mula kita pecah menjadi masing-masing sifat menjadi A/a dengan B/b; lalu kita gabungkan sifat-sifat itu dengan pecahannya yang berbeda. Maka hasilnya adalah sebagai berikut :
Macamnya :
Mula-mula kita pecah menjadi masing-masing sifat menjadi A/a dengan B/b; lalu kita gabungkan sifat-sifat itu dengan pecahannya yang berbeda. Maka hasilnya adalah sebagai berikut :
· A gabung dengan B menjadi AB
· A gabung dengan b menjadi Ab
· a gabung dengan B menjadi aB
· a gabung dengan b menjadi ab
· Sehingga diperoleh Gamet : AB, Ab, aB dan ab = 4
Misal : P = MmPpKk
Genotip ini memiliki 3 tanda beda yang heterozigot/ Jumlah Gamet adalah = 23 = 8
Macamnya :
Mula-mula kita pecah menjadi masing-masing sifat menjadi M/m dengan P/p dengan K/k; lalu kita gabungkan sifat-sifat itu dengan pecahannya yang berbeda.
Maka hasilnya adalah sebagai berikut :
Genotip ini memiliki 3 tanda beda yang heterozigot/ Jumlah Gamet adalah = 23 = 8
Macamnya :
Mula-mula kita pecah menjadi masing-masing sifat menjadi M/m dengan P/p dengan K/k; lalu kita gabungkan sifat-sifat itu dengan pecahannya yang berbeda.
Maka hasilnya adalah sebagai berikut :
· M dengan P dengan K menjadi MPK m dengan P dengan K menjadi mPK
· M dengan P dengan k menjadi MPk m dengan P dengan k menjadi mPk
· M dengan p dengan K menjadi MpK m dengan p dengan K menjadi mpK
· M dengan p dengan k menjadi Mpk m dengan p dengan k menjadi mpk
· Maka diperoleh Gamet : MPK, MPk, MpK, Mpk, mPK, mPk, mpK, mpk = 8
Catatan : Untuk menentukan jumlah macam gamet yang diperhatikan cukup yang heterozigot
Contoh : AABbCCDd = macam gamet ada 22 = 4
XxYyZZ = macam gamet ada 22 = 4
PPQQRRSs = macam gamet ada 21 = 2
XxYyZZ = macam gamet ada 22 = 4
PPQQRRSs = macam gamet ada 21 = 2
b) Cara Kurawal /anak garpu (Bracket system)
Makna dari penentuan gamet diatas dalam menentukan ratio fenotipe (RF) adalah sebagai berikut :
1) Huruf besar (sifat dominan) bernilai 3
2) Huruf kecil (sifat resesif ) bernilai 1
1) Huruf besar (sifat dominan) bernilai 3
2) Huruf kecil (sifat resesif ) bernilai 1
Berdasarkan contoh diatas, maka untuk persilangan 2 sifat beda dipeoleh hasil RF :
AB = 3 x 3 = 9 aB = 1 x 3 = 3
Ab = 3 x 1 = 3 ab = 1 x 1 = 1
RF = 9 : 3 : 3 : 1, dimana RF = ratio fenotip atau perbandingan fenotip
AB = 3 x 3 = 9 aB = 1 x 3 = 3
Ab = 3 x 1 = 3 ab = 1 x 1 = 1
RF = 9 : 3 : 3 : 1, dimana RF = ratio fenotip atau perbandingan fenotip
Berdasarkan contoh diatas, maka untuk persilangan 3 sifat beda dipeoleh hasil RF :
MPK = 3 x 3 x 3 = 27 mPK = 1 x 3 x 3 = 9
MPk = 3 x 3 x 1 = 9 mPk = 1 x 3 x 1 = 3
MpK = 3 x 1 x 3 = 9 mpK = 1 x 1 x 3 = 3
Mpk = 3 x 1 x 1 = 3 mpk = 1 x 1 x 1 = 1
RF = 27 : 9 : 9 : 3 : 9 : 3 : 3 : 1 atau = 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
MPK = 3 x 3 x 3 = 27 mPK = 1 x 3 x 3 = 9
MPk = 3 x 3 x 1 = 9 mPk = 1 x 3 x 1 = 3
MpK = 3 x 1 x 3 = 9 mpK = 1 x 1 x 3 = 3
Mpk = 3 x 1 x 1 = 3 mpk = 1 x 1 x 1 = 1
RF = 27 : 9 : 9 : 3 : 9 : 3 : 3 : 1 atau = 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
c) Cara Segitiga Pascal
5.5. Formulasi Matematika
Individu F1 pada suatu persilangan monohibrid, misalnya Aa, akan menghasilkan dua macam gamet, yaitu A dan a. Gamet-gamet ini, baik dari individu jantan maupun betina, akan bergabung menghasilkan empat individu F2 yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam fenotipe (A- dan aa) atau tiga macam genotipe (AA, Aa, dan aa).Sementara itu, individu F1 pada persilangan dihibrid, misalnya AaBb, akan membentuk empat macam gamet, masing-masing AB,Ab, aB, dan ab. Selanjutnya pada generasi F2 akan diperoleh 16 individu yang terdiri atas empat macam fenotipe (A-B-, A-bb, aaB-, dan aabb) atau sembilan macam genotipe (AABB, AABb, Aabb, AaBB, AaBb, Aabb, aaBB, aaBb, dan aabb).
Individu F1 pada suatu persilangan monohibrid, misalnya Aa, akan menghasilkan dua macam gamet, yaitu A dan a. Gamet-gamet ini, baik dari individu jantan maupun betina, akan bergabung menghasilkan empat individu F2 yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam fenotipe (A- dan aa) atau tiga macam genotipe (AA, Aa, dan aa).Sementara itu, individu F1 pada persilangan dihibrid, misalnya AaBb, akan membentuk empat macam gamet, masing-masing AB,Ab, aB, dan ab. Selanjutnya pada generasi F2 akan diperoleh 16 individu yang terdiri atas empat macam fenotipe (A-B-, A-bb, aaB-, dan aabb) atau sembilan macam genotipe (AABB, AABb, Aabb, AaBB, AaBb, Aabb, aaBB, aaBb, dan aabb).
Dari angka-angka tersebut akan terlihat adanya hubungan matematika antara jenis persilangan (banyaknya pasangan gen), macam gamet F1, jumlah individu F2, serta macam fenotipe dan genotipe F2. Hubungan matematika akan diperoleh pula pada persilangan-persilangan yang melibatkan pasangan gen yang lebih banyak (trihibrid, tetrahibrid, dan seterusnya), sehingga secara ringkas dapat ditentukan formulasi matematika seperti pada tabel berikut ini.
Pada kolom terakhir dapat dilihat adanya formulasi untuk nisbah fenotipe F2. Kalau angka-angka pada nisbah 3 : 1 dijumlahkan lalu dikuadratkan, maka didapatkan ( 3 + 1)2 = 32 + 2.3.1 + 12 = 9 + 3 + 3 + 1, yang tidak lain merupakan angka-angka pada nisbah hasil persilangan dihibrid. Demikian pula jika dilakukan pemangkattigaan, maka akan diperoleh ( 3 + 1 )3 = 33 + 3.32.11 + 3.31.12+ 13 = 27 + 9 + 9 + 9 + 3 + 3 + 3 + 1, yang merupakan angka-angka pada nisbah hasil persilangan trihibrid.
Dengan demikian Fenotipe F2 adalah mengikuti rumus (a + b)n, dimana a = 3, b = 1 dan n = berapa pasang gen yang dipakai.
Untuk Monohybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)1 = 3 : 1
Untuk Dihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)2 = (3)2 + 2(3)1(1) + (1)2 = 9:3:3:1
Untuk Trihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)3 = (3)3 + 3(3)2(1) + 3((3)1(1)+(1)3
= 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
Bagaimana Kalau Empat (4)Sifat Beda (n = 4) dan Lima (5) Sifat Beda (n = 5) ?
Untuk Monohybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)1 = 3 : 1
Untuk Dihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)2 = (3)2 + 2(3)1(1) + (1)2 = 9:3:3:1
Untuk Trihybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)3 = (3)3 + 3(3)2(1) + 3((3)1(1)+(1)3
= 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
;;
Subscribe to:
Posts (Atom)