Friday, 19 April 2013
PENDAHULUAN
Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sub sektor, yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Sebagian besar hasil pertanian adalah bahan makanan terutama beras yang dikonsumsi sendiri dan seluruh hasil perkebunan adalah ekspor. Wilayah pedesaan yang bercirikan pertanian sebagai basis ekonomi sedangkan wilayah perkotaaan yang tidak lepas dari aktivitas ekonomi baik yang sifatnya industri, perdagangan maupun jasa mengalami pertentangan luar biasa di dalam rata-rata pertumbuhan pembangunan. Dengan kemajuan yang dicapai sektor pertanian tanaman pangan, maka pembangunan sektor industri yang didukung sektor pertanian juga semakin maju
Apabila pertanian dikembangkan secara sendiri-sendiri maka sisa tanaman, atau kotoran dari ternak merupakan limbah yang dapat menimbulkan masalah dan penanganannya memerlukan biaya tinggi sehingga akan meningkatkan biaya produksi usaha pertanian. Bila demikian halnya sama seperti pada pengembangan ilmu pertanian, secara produksi pun pertanian memerlukan keterpaduan atau pertanian terpadu. Oleh karena itu pertanian terpadu merupakan pilar utama kebangkitan bangsa Indonesia karena akan mampu menyediakan pangan yang aktual bagi bangsa ini secara berkelanjutan.
Tujuan utama dari pembangunan pertanian yaitu untuk mencukupi kebutuhan pangan dan gizi dalam negeri, memperbaiki kualitas hidup bangsa Indonesia, khususnya masyarakat pertanian, memberikan kontribusi yang tinggi bagi pertumbuhan ekonomi nasional, dan menunjukkan peran yang nyata dalam perbaikan kualitas lingkungan. Sehingga, paradigma pembangunan pertanian Indonesia masa depan adalah pembangunan pertanian berkelanjutan yang berbudaya industri, berdaya saing global, dan berpendekatan ekosistem. Program pengembangan agribisnis berbasis sistem pertanian terpadu merupakan integrasi pengelolaan bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan yang diharapkan akan menjadi solusi alternatif bagi peningkatan produktivitas lahan.
Pertanian Indonesia telah berhasil memenangkan suatu pertarungan yaitu swasembada besar. Ini adalah kemenangan revolusi pertanian I. Meskipun demikian kemenangan revolusi pertanian I ini belum memberikan kesejahteraan bagi petani secara berarti. Produktivitas petani sawah memang tiggi meskipun produktivitas usaha tani (lahan) semakin menurun. Melihat fenomena tersebut, untuk mencapai suatu proses biologis untuk menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebeutuhan manusia secara berkelanjutan, sedapat mungkin hal tersebut dipadukan dengan prinsip ekologi yang mempertimbangkan keberlanjutan tersebut.
Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi alternatif bagi peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan & konservasi lingkungan serta pengembangan desa secara terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka pendek, menengah dan panjang petani berupa pangan, sandang dan papan akan tercukupi dengan sistem pertanian berbasis agroforestry ini. Hasil pertanian dan perikanan diharapkan mampu mencukupi kehidupan jangka pendek, sedangkan hasil peternakan dan perkebunan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan jangka menengah. Penjualan hasil kebun dan hasil hutan rakyat sekarang dipercaya mampu mencukupi kebutuhan membayar biaya sekolah, rumah sakit, hajatan sunatan, mantenan dan kebutuhan jangka panjang lain. Dengan demikian, sistem agroforestry mampu memberikan pendapatan harian, bulanan, tahunan maupun dekade-an bagi petani.
Praktek pertanian terpadu melalui agroforestry sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi petani di lahan kritis, bahkan kadang hanya dianggap sebagai istilah baru bagi praktek lama yang lebih bersifat mono-disipliner tersebut. Pendekatan menyeluruh agar pengelolaan sumber daya alam dapat berkelanjutan menuntut keseimbangan antara produksi dan konservasi lingkungan yang hanya dapat didekati secara multidispliner lewat paradigma baru agroforestry yang menuntut partisipasi antar pihak. Agroforestry telah menjadi trade mark di daerah tropis, sehingga banyak negara maju yang berasal dari negara non-tropis yang belajar di negara tropis, termasuk Indonesia.
Pertanian berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu konsepsi menyangkut tantangan bagi produsen agar mulai mempertimbangkan implikasi jangka panjang cara budidaya, interaksi sistem usahatani, dan dinamika sistem pertanian. Konsepsi ini juga mendorong konsumen agar lebih terlibat sebagai partisipan aktif dalam sistem pangan. Dalam konteks ekologis, pertanian berkelanjutan berkaitan erat dengan upaya memelihara sistem biologis agar dapat secara kontinu memberikan tingkat luaran yang sama, tanpa penggunaan masukan yang berlebih. Pada tingkatan praktis, konsepsi ini menuntut pemahaman menyangkut dinamika hara dan energi, interaksi berbagai tanaman dan organisme lain dalam suatu agroekosistem, serta kesetimbangannya dengan keuntungan/pendapatan, kepentingan komunitas dan kebutuhan konsumen (Dunlap et al. 1992).
PEMBAHASAN
Bentuk sitem pertanian terpadu adalah dimana dalam satu kawasan terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi juga akan mencapai efektivitas dan efisiensi produksi. Selain hemat energi, keunggulan lain dari sistem pertanian terpadu adalah petani akan memiliki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur.
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai “pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengorbankan kesanggupan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka”. Pertanian Berkelanjutan adalah keberhasilan dalam mengelola sumberdaya untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya alam. Pertanian berwawasan lingkungan selalu memperhatikan nasabah tanah, air, manusia, hewan/ternak, makanan, pendapatan dan kesehatan. Sedang tujuan pertanian yang berwawasan lingkungan adalah mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah; meningkatkan dan mempertahankan basil pada aras yang optimal; mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman hayati dan ekosistem; dan yang lebih penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan penduduk dan makhluk hidup lainnya. Sistem pertanian berkelanjutan harus dievaluasi berdasarkan pertimbangan beberapa kriteria, antara lain:
1. Aman menurut wawasan lingkungan, berarti kualitas sumberdaya alam dan vitalitas keseluruhan agroekosistem dipertahankan/mulai dari kehidupan manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai apabila tanah terkelola dengan baik, kesehatan tanah dan tanaman ditingkatkan, demikian juga kehidupan manusia maupun hewan ditingkatkan melalui proses biologi. Sumberdaya lokal dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya kehilangan hara, biomassa dan energi, dan menghindarkan terjadinya polusi. Menitikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya terbarukan.
2. Menguntungkan secara ekonomi, berarti petani dapat menghasilkan sesuatu yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri/ pendapatan, dan cukup memperoleh pendapatan untuk membayar buruh dan biaya produksi lainnya. Keuntungan menurut ukuran ekonomi tidak hanya diukur langsung berdasarkan hasil usaha taninya, tetapi juga berdasarkan fungsi kelestarian sumberdaya dan menekan kemungkinan resiko yang terjadi terhadap lingkungan.
3. Adil menurut pertimbangan sosial, berarti sumberdaya dan tenaga tersebar sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi, demikian juga setiap petani mempunyai kesempatan yang sama dalam memanfaatkan lahan, memperoleh modal cukup, bantuan teknik dan memasarkan hasil. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama berpartisipasi dalam menentukan kebijkan, baik di lapangan maupun dalam lingkungan masyarakat itu sendiri.
4. Manusiawi terhadap semua bentuk kehidupan, berarti tanggap terhadap semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) prinsip dasar semua bentuk kehidupan adalah saling mengenal dan hubungan kerja sama antar makhluk hidup adalah kebenaran, kejujuran, percaya diri, kerja sama dan saling membantu. Integritas budaya dan agama dari suatu masyarakat perlu dipertahankan dan dilestarikan.
5. Dapat dengan mudah diadaptasi, berarti masyarakat pedesaan/petani mampu dalam menyesuaikan dengan perubahan kondisi usahatani: pertambahan penduduk, kebijakan dan permintaan pasar. Hal ini tidak hanya berhubungan dengan masalah perkembangan teknologi yang sepadan, tetapi termasuk juga inovasi sosial dan budaya.
Suatu konsensus telah dikembangkan untuk mengantisipasi pertanian berkelanjutan. Sistem produksi yang dikembangkan berasaskan LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) yang kalau diterjemahkan sebagai (Pertanian Berkelanjutan/Lestari, Masukan Dari Luar Usahatani Rendah). Konsep ini dapat dijabarkan menjadi beberapa rakitan operasional, antara lain: meningkatkan produktivitas, melaksanakan konservasi energi dan sumberdaya alam, mencegah terjadinya erosi dan membatasi kehilangan unsur hara, meningkatkan keuntungan usahatani, memantapkan dan ketenlanjutan konservasi serta sistem produksi pertanian.
Penggunaan sistem pertanaman tumpangsari di negara berkembang maupun negara maju selalu dimotivasi oleh ekspektasi peningkatan pendapatan. Jika produktivitas ditentukan oleh lingkungan ekologis dan faktor-faktor teknis, maka pendapatan dipengaruhi oleh serangkaian faktor-faktor biaya masukan dan pasar.
Observasi Perrin (1977) menunjukkan bahwa secara umum sistem pertanaman berganda atau tumpangsari memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi yang tercermin dari lebih tingginya pendapatan kotor per hektar. Profitabilitas sistem pertanaman berganda, termasuk tumpangsari, sangat dipengaruhi oleh pemilihan jenis tanaman serta harga relatif (Horwith 1985). Sementara itu, beberapa penelitian lainnya juga mengindikasikan kemungkinan dicapainya tingkat efisiensi produksi serta pendapatan yang lebih tinggi pada tingkat penggunaan input yang lebih rendah melalui pemanfaatan sistem pertanaman berganda (Brookfield & Padoch 1994; Kirschenman 1989; Newman 1986).
Contoh pertanian terpadu dan berkelanjutan berwawasan lingkungan
1. Pertanian terpadu biosiklus
Pertanian terpadu biosiklus adalah pertanian yang mengintegrasikan tanaman, ternak, dan ikan dalam satu siklus (biosiklus) sedemikian rupa sehingga hasil panen dari satu kegiatan pertanian dapat menjadi input kegiatan pertanian lainnya, selebihnya dilepas ke pasar. Dengan pola itu ketergantungan petani dengan input produksi dari luar dapat diminimalisasi. Misalnya pakan untuk ternak dan ikan sebagian dapat dipenuhi dari hasil tanaman dan limbah, sedangkan kebutuhan pupuk organik dapat diperoleh dari kotoran hasil ternak.
Kotoran ternak ditampung dalam biodigester untuk diambil gas metannya dan dapat dimanfaatkan untuk memasak bahkan untuk energi listrik. Dengan sistem pertanian terpadu biosiklus itu, petani memperoleh sumber penghasilan yang beragam dari diversifikasi produk hasil pertanian; panen harian (misal telur, susu), panen musiman (misal gabah, jagung) dan panen tahunan (anak sapi), meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya, kebutuhan pangan yang bergizi seimbang tercukupi (mendekati PPH ideal) dari usaha tani mereka, kesuburan lahan terjaga dan tanpa limbah (zero waste). Data penelitian lapangan menunjukkan bahwa dengan sistem pertanian terpadu itu, petani kecil dapat memperoleh pendapatan per bulan lebih besar daripada UMR.
2. Pertanian Organik Modern
Pertanian ramah lingkungan salah satunya adalah dengan menerapkan pertanian organik. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, Pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Sebailknya, sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun agro-ekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik. Bila kita sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini tentunya sangatlah sulit bagi petani untuk menerapkannya, oleh karena itu pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regenaratif, yaitu pertanian dengan perinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari bahan organik.
Pengelolaan pertanian yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis.
Beberapa perinsip dasar yang perlu diperhatikan adalah: (1) pemanfaatan sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis hortikultura (terutama lahan dan air) secara lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung alam, (2) proses produksi atau kegiatan usahatani itu sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan eksternalitas pada masyarakat, (3) penanganan dan pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran, serta pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah pada lingkungan (limbah dan sampah), (4) produk yang dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman konsumsi. Keadaan dan perkembangan permintaan dan pasar merupakan acuan dalam agribisnis hortikultura ini.
Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.
3. Sistem Tanam Tumpangsari (Multiple Cropping)
Sistem pertanaman berganda atau tumpangsari adalah definisi umum dari semua pola pertanaman yang melibatkan penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada suatu hamparan lahan. Prinsip esensial yang terkandung di dalamnya adalah penanaman beberapa jenis tanaman secara sekaligus pada sehamparan lahan (intercropping) dan penanaman beberapa jenis tanaman secara bertahap pada sehamparan lahan (sequentialcropping) (Steiner 1984).
Multiple cropping atau sistem tanam ganda merupakan suatu usaha pertanian untuk mendapatkan hasil panen lebih dari satu kali dari satu jenis atau beberapa jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam satu tahun. Dalam hal ini tanaman-tanaman yang ada disitu akan melakukan suatu hubungan atau interaksi. Hubungan-hubungan tersebut ada yang bersifat kompetitif, yaitu apabila tanaman yang satu dapat merintangi pertumbuhan atau bersaing dengan tanaman lain dengan tanaman lain dalam pemanfaatan unsur hara, air, oksigen dan cahaya matahari. Bersifat komplementer, yaitu apabila masing-masing tanaman justru akan tumbuh dan berproduksi lebih baik dibanding tanaman monokultur.
A. Ketersediaan pangan
Pertanian berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu konsepsi menyangkut tantangan bagi produsen agar mulai mempertimbangkan implikasi jangka panjang cara budidaya, interaksi sistem usahatani, dan dinamika sistem pertanian. Konsepsi ini juga mendorong konsumen agar lebih terlibat sebagai partisipan aktif dalam sistem pangan. Dalam konteks ekologis, pertanian berkelanjutan berkaitan erat dengan upaya memelihara sistem biologis agar dapat secara kontinu memberikan tingkat luaran yang sama, tanpa penggunaan masukan yang berlebih. Pada tingkatan praktis, konsepsi ini menuntut pemahaman menyangkut dinamika hara dan energi, interaksi berbagai tanaman dan organisme lain dalam suatu agroekosistem, serta kesetimbangannya dengan keuntungan/pendapatan, kepentingan komunitas dan kebutuhan konsumen (Dunlap et al. 1992).
Pertanian terpadu merupakan pilar kebangkitan bangsa Indonesia dengan cara menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat Indonesia. Dalam segi ekonomi pertanian terpadu sangat menguntungkan bagi masyarakat, karena output yang dihasilkan lebih tinggi dan sistem pertanian terpadu ini tidak merusak lingkungan karena sistem ini ramah terhadap lingkungan. Output dari pertanian terpadu juga bisa digunakan Selain itu limbah pertanian juga dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi biomassa. Bekas jerami, batang jagung dan tebu memiliki potensi biomas yang besar.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran konsumen global dan nasional akan kualitas makanan dan lingkungan hidup, mau tidak mau mengharuskan produsen pertanian di Indonesia untuk menerapkan sistem produksi yang akrab lingkungan. Di kota-kota metropolis bisa dilihat bahwa sayuran organik yang ditawarkan di pasar modern seperti super market diminati oleh konsumen.
Menurut food and agriculture organization (FA0), pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam. Orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan dilakukan sedemikian rupa. Sehingga dapat menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang dan mendatang. Definisi komprehensif bagi pertanian berkelanjutan meliputi komponen-komponen fisik, biologi dan sosioekonomi, yang direpresentasikan dengan sistem pertanian yang melaksanakan pengurangan input bahan-bahan kimia dibandingkan pada sistem pertanian tradisional, erosi tanah terkendali, dan pengendalian gulma, memiliki efisiensi kegiatan pertanian (on-farm) dan bahan-bahan input maksimum, pemeliharaan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi tanaman, dan penggunaan dasar-dasar biologi pada pelaksanaan pertanian.
Dengan adanya sistem pertanian terpadu, terdapat siklus yang tidak terputus dan saling menguntungkan dari sub bidang budidaya tanaman, perkebunan, perikanan, dan peternakan untuk jangka waktu yang panjang tanpa kekhawatioran terjadinya pencemaran zat beracun, karena semua infut berasal dari ekosistem sendiri. System ini aka menjadi lebih baik jika produk-produk pertanian dari pusdiklat ini sudah menerrapkan sertifikasi dengan label eco friendly, ecological, biologicak product, organic food dan sebagainya. Label-label tersebut merupakan brand image produk pertanian ramah lingkungan sehingga sangat mendukung pemasaran di supermarket-supermarket.
Sistem pertanian terpadu sangat potensial ditumbuhkembangkan diadaerah- daerah pertanian diluar jawa, dimana sumber bahan protein alam, sangat melimpah namun belum tergarap secara optimal. Sebaiknya pada lahan pertanian di jawa yang sudah sangat padat dan nyaris rusak akibat revolusi hijau. Sesugguhnya system pertanian organik baik untuk dilaksanakan dan mampu mengembalikan dampak kerusakan lingkungan yang pada gilirannya mampu memperbaiki nasib serta penghidupan ptani dan keluarganya.
Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
1. Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
2. Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.
3. Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan. Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional. Komoditas pertanian organik yang akan dikembangkan dan memiliki potensi pasar yang baik, yaitu: hortikultura sayuran (brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis), perkebunan (kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi), rempah dan obat (Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya), dan peternakan (susu, telur dan daging).
B. Sistem Budidaya
1. Keterpaduan keharaan
Seperti kita ketahui rantai makanan bermula dari tumbuhan. Manusia dan hewan hidup dari tumbuhan. Memang ada tumbuhan dan hewan yang hidup di laut, tetapi sebagian besar dari makanan kita berasal dari permukaan tanah. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban kita menjaga kelestarian tanah sehingga tetap dapat mendukung kehidupan di muka bumi ini. Akan tetapi, sebagaimana halnya pencemaran air dan udara, pencemaran tanah pun sebagian besar akibat kegiatan manusia juga.
Meningkatnya kegiatan produksi biomassa (tanaman yang dihasilkan kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan tanaman) yang memanfaatkan tanah yang tak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa, sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Beberapa indikator yang memprihatinkan hasil evaluasi perkembangan kegiatan pertanian hingga saat ini, yaitu :
(1) Tingkat produktivitas lahan menurun,
(2) Tingkat kesuburan lahan merosot,
(3) Konversi lahan pertanian semakin meningkat,
(4) Luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas,
(5) Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat,
(6) Daya dukung likungan merosot,
(7) Tingkat pengangguran di pedesaan meningkat,
(8) Daya tukar petani berkurang,
(9) Penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani menurun,
(10) Kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat.
Strategi yang disarankan untuk memelihara dan merestorasi kesehatan ekologis sistem pertanian, di antaranya adalah
(a) Menghentikan pemanfaatan energi dan penggunaan sumberdaya secara berlebihan,
(b) Menggunakan metode produksi yang dapat merestorasi stabilitas ekologi,
(c) Memaksimalkan penggunaan bahan organik serta daur ulang nutrisi,
(d) Menjajagi kemungkinan terbaik pemanfaatan lanskap multiguna,
(e) Menjamin pemanfaatan aliran energi yang efisien, dan
(f) Mengupayakan agar sebanyak mungkin pangan diproduksi secara lokal, beradaptasi dengan lingkungan lokal, dan sesuai dengan preferensi lokal (Altieri et al. 1983).
Strategi ini sejalan dengan sistem pertanaman tumpangsari (termasuk tumpanggilir), terutama berkaitan dengan multifungsi dari sistem pertanaman tersebut, misalnya (a) memberikan penutup tanah sepanjang tahun, atau paling tidak dalam periode waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan sistem monokultur, sehingga dapat mengurangi tingkat erosi tanah, (b) memberikan perlindungan tanaman profilastis melalui diversifikasi spesies dan varietas, (c) meningkatkan luaran per unit area, khususnya dengan tingkat penggunaan masukan eksternal rendah karena kombinasi spesies dapat memanfaatkan hara dan air dalam tanah secara lebih baik, (d) mendistribusikan pangan–rumah tangga tani, dan produk – pasar, sepanjang tahun secara lebih merata, serta memperkecil tingkat risiko karena kegagalan satu jenis tanaman akan dikompensasi oleh keberhasilan panen tanaman lainnya, dan (e) memperbaiki iklim mikro, kesetimbangan air dan pendaurulangan hara internal (Vandermeer 1998).
Bahan organik di dalam tanah dapat berperan sumber unsur hara, memelihara kelembaban tanah, sebagai buffer dengan mengkhelat unsur-unsur penyebab salinitas sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara.
Dampak negatif dari penggunaan agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunnya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam. Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah.
Adanya berbagai permasalahan yang diakibatkan pertanian konvensional maka diperlukan pembenahan dalam sistem pertanian yang sebelumnya. Usaha yang dapat dilakukan adalah mengusahakan pertanian yang berlanjut untuk saat ini, saat yang akan datang dan selamanya bermanfaat bagi semua dan tidak menimbulkan bencana bagi semuanya.
Dalam usaha mengalihkan konsekuensi-konsekuensi negatif pertanian konvensional, beberapa format sistem pertanian berkelanjutan yang berbeda telah direkomendasikan sebagai alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan sistem produksi pertanian yang dapat menguntungkan secara ekonomi dan aman secara lingkungan. Salah satu bentuk sistem pertanian berkelanjutan adalah dengan memanfaatkan dan mengintregasikan semua sumber daya alam yang ada sehingga tercipta kondisi yang sinergis atau yang disebut dengan pertanian terpadu.
Pertanian terpadu dan ramah lingkungan dapat diwujudkan dengan dukungan produksi pupuk organik yang mencukupi dari segi kualitas maupun kuantitas. Pupuk organik dapat diproduksi dengan bahan organik yang berlimpah di alam terutama dari limbah-limbah organik pertanian, peternakan ataupun sampah kota. Dengan bantuan teknologi Effective Mikroorganisme maka sistem pertanian terpadu berwawasan lingkungan akan berjalan berkesinambungan.
2. Keterpaduan energi surya
Secara harfiah, pertanian dapat diartikan sebagai upaya pemanenan sinar matahari, atau transformasi energi matahari menjadi energi organik. Ditinjau dari komoditasnya, pertanian terdiri pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, hortikultura, peternakan dan perikanan. Jadi, pertanian merupakan suatu ilmu dan produk dari suatu komoditi dengan cakupan yang sangat luas. Selanjutnya memandang cakupannya yang demikian maka pengembangan ilmu-ilmu pertanian tidak dapat berdiri sendiri. Mereka harus dipadukan sehingga dihasilkan suatu teknologi yang mampu menyediakan pangan bagi bangsa ini secara berkelanjutan (sustainable).
Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisamenanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanamsayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuksehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petanimasih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.
Pertanian terpadu merupakan pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrien dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi yang terjaga secara efektif dan efisien.
Produksi dalam bidang pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan ini sebaiknya ada sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.
3. Keterpaduan efisiensi air
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling besar kebutuhannya akan air yaitu meliputi jumlah sekitar 97% dari total kebutuhan air dalam seluruh perekonomian. Untuk studi mengenai ketersediaan air itu diperlukan pengetahuan tentang kondisi tanah yang ada, macam tanaman, pola tanam, koefisien penggunaan air setiap jenis tanaman, serta perhitungan besarnya aliran balik air ke masing-masing sungai (Suparmoko, 2010).
Pertanian beririgasi merupakan pengguna air terbesar. Pada umumnya, lebih 80% dari air yang ada dicurahkan khusus untuk pertanian. Tetapi karena biasanya air disalurkan dengan gratis atau dengan tarif yang banyak disubsidi, maka kecil sekali dorongan niat untuk menggunakan air secara efisien dan retribusinya, jika ada, tidak akan mencukupi untuk pemeliharaan yang layak. Maka hasilnya ialah penggunaan yang sangat tidak efisien, efisiensinya kira-kira hanya di bawah 40% untuk seluruh dunia dan kemerosotan mutu yang semakin melaju pada sistem yang semakin besar. Sesungguhnya efisiensi dapat ditingkatkan dengan baik, yakni dengan perbaikan cara pengoperasian dan pemeliharaan sistemnya, perbaikan saluran, pendataran lahan supaya pembagian air dapat merata, penyesuaian antara banyaknya pelepasan air dari tandon dan keperluan senyatanya di daerah hilir dan pengelolaan yang lebih efektif apabila air tersebut sudah sampai di lahan pertanian atau dengan menggunakan teknik yang lebih efisien seperti irigasi tetesan (Harmayani, 2011)
Upaya-upaya konservasi air yang diarahkan pada pemanfaatan air secara berkelanjutan dapat dilakukan diantaranya, pertama, mencari dan membudidayakan tanaman yang efisien dalam menggunakan air, atau mengganti dengan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Contoh tanaman hemat air antara lain sorghum, ubi kayu, dan kacang tunggak. Sedangkan, tanaman bernilai ekonomis tinggi yang dibudidayakan, antara lain sawi, kol, kacang panjang,cabe, semangka dan timun. Upaya konservasi air yang kedua adalah mengurangi evaporasi (penguapan) air dengan cara pemulsaan. Pemulsaan dilakukan dengan cara menempatkan potongan gulma pada tanaman. Untuk mendapatkan gulma ini, petani memelihara rumput pada lahan pertaniannya. Jika rumputnya mulai menguning rumput tersebut dipotong lalu diikat dan dijadikan mulsa. Teknik pemulsaan ini mampu mengurangi kehilangan air pada tanaman. Ketiga, pemanfaatan air bawah tanah. Dibandingkan dengan air permukaan, keuntungan air bawah tanah dapat disimpan lebih lama dan dapat digunakan untuk kebutuhan air suplemen, serta kehilangan melalui evaporasi lebih sedikit. Selain itu, air bawah tanah lebih murni, sehingga dapat diminum (Mosa, 2002).
Pemanfaatan air menjadi juga lebih efektif pada sistem pertanian terpadu karena pemanfaatan air saat musim hujan menjadi lebih efektif dan keberadaan tanaman di lahan akan dpat menjaga atau mengikat ketika ada terdapat air yang datang. Selain itu, Ketersedian unsur hara di lahan akan tersedia karena terdapatnya tanaman campuran. Kekurangan pupuk bisa diantisipasi dengan penambahan pupuk organic seperti pupuk kandang. Pupuk kandang yang berfungsi memperbaiki struktur tanah sehingga tanaman dapat menjadi lebih mudah untuk mengambil unsur-unsur yang diperlukannya dengan lebih baik.
Untuk mempraktekkan sistem tanam tumpang sari, petani harus memperhatikan beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertanian, di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari, dan hama penyakit.
Ketersediaan air akan menentrukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan secara tumpang sari, supaya bisa tumbuh dan berproduksi dengan optimal. Kesuburan tanah adalah faktor yang mutlak ada dalam sistem tumpang sari untuk menghindari persaingan antar tanaman (penyerapan unsur hara dan air) pada satu petak lahan.
Perolehan sinar matahari pun sangat penting dan perlu diatur. Sebagaimana dalam hal kesuburan tanah, dikhawatirkan terjadi perebutan sinar matahari di antara tanaman-tanaman. Tinggi dan lebar tajuk antar tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari, sehingga mempengaruhi hasil sintesa (glukosa) dan kualitas tanaman secara keseluruhan.
Tanaman-tanaman yang dibudidayakan sebaiknya yang mempunyai hama maupun penyakit berbeda, atau tidak menjadi inang dari hama maupun penyakit tanaman lain yang ditumpangsarikan.
4. Nisbah kesetaraan lahan
Multiple cropping merupakan system budidaya tanaman yang dapat meningkatkan produksi lahan. Peningkatan ini dapat diukur dengan besaran yaitu NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan) atau LER (Land Equivalent Ratio). Sebagai contoh nilai NKL atau LER = 1,8; artinya bahwa untuk mendapatkan hasil atau produksi yang sama dengan 1 hektar diperlukan 1,8 hektar pertanaman secara monokultur.
Nisbah kesetaraan lahan adalah jumlah nisbah hasil antara tanaman yang ditumpang sarikan terhadap hasil tanaman yang ditaman secara tunggal pada tingkat manajemen yang sama. NKL merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menghitung produktivitas lahan dari dua atau lebih tanaman yang ditumpangsarikan. Contoh perhitungan NKL
NKL = +
HA1 = Hasil tanaman yang ditanam secara tumpangsari
HB1 = Hasil tanaman yang ditanam secara tumpangsari
HA2 = Hasil tanaman yang ditanam secara monokultur
HB2 = Hasil tanaman yang ditanam secara monokultur
Hasil perhitungan menunjukkan NKL sebesar 0,62 hal tersebut membuktikan bahwa penanaman secara multiple cropping sebenarnya jauh lebih menguntungkan dibanding dengan monokultur. Produksi tanaman hortikultura dapat meningkat dengan baik atau dapat berproduksi secara maksimal apabila tanaman dirawat, diolah dan ditanam sesuai dengan syarat hidup masing-masing tanaman tersebut. Tanaman yang ditanam oleh petani ini didunia nyata mempunyai nilai komersil yang tinggi misalnya saja cabai. Cabai adalah tanaman yang dibutuhkan pada hampir setiap rumah tangga sehingga permintaanya cukup besar. Kacang panjang merupakan tanaman yang dicari banyak orang baik untuk konsumsi maupun olahan dan juga banyak digunakan untuk obat alternative.
Penanaman dengan sistem multiple cropping memiliki beberapa kelebihan atau keuntungan, diantaranya yaitu:
1. Meningkatkan produksi tanaman, frekuensi panen dan pendapatan atau dengan kata lain peningkatan produksi secara keseluruhan.
2. Meningkatkan produktifitas lahan.
3. Mengurangi resiko kegagalan panen suatu jenis tanaman.
4. Mempertahankan stabilitas biologis.
5. Menyerap tenaga kerja sehingga distribusi tenaga kerja lebih merata sepanjang tahun.
6. Efisien dalam penggunaan energi atau cahaya matahari.
KESIMPULAN
1. Pertanian modern telah mengurangi keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan sistem monokultur secara besar-besaran. Pencemaran oleh bahan-bahan kimia beracun akibat tingginya intensitas pemakaian pupuk, pestisida dan herbisida telah lama diketahui pada pertanian modern.
2. Multiple cropping merupakan system budidaya tanaman yang dapat meningkatkan produksi lahan.
3. Ada beberapa jenis multyple cropping, seperti mixid cropping, relay planting, inter cropping. Dengan multyple cropping produksi persatuan luas lahan dapat diukur dengan besaran yaitu NKL (nisbah persatuan lahan) atau LER (land equivalent ratio).
4. Penanaman dengan sistem multipple cropping memiliki beberapa kelebihan atau keuntungan, dianataranya yaitu: meningkatkan produksi tanaman, frekuensi panen dan pendapatan atau dengan kata lain peningkatan produksi secara keseluruhan, meningkatkan produktifitas lahan, mengurangi resiko kegagalan panen suatu jenis tanaman, mempertahankan stabilitas biologis, menyerap tenaga kerja sehingga distribusi tenaga kerja lebih merata sepanjang tahun, dan efisien dalam penggunaan energi atau cahaya matahari.
0 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)