Tuesday, 16 April 2013



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan dan keragaman alam serta kaya akan keanekaragaman budaya. Sebagaimana kita ketahui bersama, Indonesia merupakan negara dengan nomor urut keempat dalam besarnya jumlah penduduk setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut statistik BPS, jumlah penduduk indonesia saat ini adalah 237,641,326 jiwa, dengan angka pertumbuhan bayi sebesar 1,49% per tahun. Angka pertumbuhan ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan angka pertumbuhan bayi pada tahun 1970, yaitu sebesar 2,34%. Dengan jumlah penduduk sebesar 237 juta jiwa, maka pertambahan penduduk setiap tahunnya adalah 3,5 juta jiwa. Jumlah itu sama dengan jumlah seluruh penduduk di Singapura. Struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada Triwulan III-2011 masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 57,7 persen, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 23,6 persen, Pulau Kalimantan 9,5 persen, Pulau Sulawesi 4,6 persen, dan sisanya 4,6 persen di pulau-pulau lainnya.
Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat. Namun wilayah yang ditempati semakin sempit. Perubahan jumlah penduduk dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu mortalitas (kematian). Setiap satu hari ada jiwa yang meninggal dan ini mengurangi jumlah penduduk di suatu wilayah. Kejadian ini haruslah didata agar mengetahui berapa jiwa yang meninggal di setiap waktu atau tahun. Pendataan juga dihitung menggunakan rumus-rumus.
Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen pokok, yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan (migrasi). Walaupun besarnya jumlah penduduk memberikan indikasi semakin bertambahnya sumber daya manusia yang dapat dimanfaatkan dalam menunjang pembangunan, namun demikian karena pertambahan jumlah penduduk tersebut tidak selalu diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusianya, maka yang seringkali terjadi adalah pertambahan penduduk cenderung menjadi beban pemerintah dibandingkan aspek pemanfaatannya. Akibatnya semakin bertambah jumlah penduduk, maka permasalahan kependudukan yang dipikul oleh pemerintah daerah juga semakin kompleks dan beragam, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, permukiman, sarana dan prasarana transportasi, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Oleh karena itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya pemerintah berupaya mengendalikan pertambahan jumlah penduduk dengan cara melakukan intervensi pada tiga komponen pokok yang telah disebut di atas.

1.2  Perumusan Masalah
1.    Bagaimana keadaan penduduk di Kota Semarang?
2.    Bagaimana hubungan pertumbuhan penduduk Kota Semarang dengan aspek ekonominya?
3.    Apa saja Visi dan Misi Kota Semarang, sehingga dapat menjadi kota yang sejahtera?
4.    Permasahan apa saja  yang dihadapi di Kota Semarang?
5.    Bagaimana cara mengatasi permasalahan di Kota Semarang?


1.3  Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui keadaan penduduk di Kota Semarang.
2.    Mengetahui hubungan pertumbuhan penduduk Kota Semarang dengan aspek ekonominya.
3.    Dapat menyebutkan Visi dan Misi Kota Semarang, sehingga dapat menjadi kota yang sejahtera.
4.    Dapat menyebutkan Permasahan yang dihadapi di Kota Semarang?
5.    Mengetahui cara mengatasi permasalahan di Kota Semarang?

                                  


                                                                 
BAB II
MENSEJAHTERAKAN KOTA SEMARANG

2.1 Pertumbuhan Penduduk di Kota Semarang
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Indikator tingkat pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara dimasa yang akan datang. Dengan diketahuinya jumlah penduduk yang akan datang, diketahui pula kebutuhan dasar penduduk ini, tidak hanya di bidang sosial dan ekonomi tetapi juga di bidang politik misalnya mengenai jumlah pemilih untuk pemilu yang akan datang. Tetapi prediksi jumlah penduduk dengan cara seperti ini belum dapat menunjukkan karakteristik penduduk dimasa yang akan datang. Untuk itu diperlukan proyeksi penduduk menurut umur dan jenis kelamin yang membutuhkan data yang lebih rinci yakni mengenai tren fertilitas, mortalitas dan migrasi.
Kota merupakan pusat perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat permukiman atau daerah modal. Sedangkan daerah di luar pusat konsentrasi tersebut dinamakan dengan berbagai istilah, seperti daerah pedalaman, wilayah belakang atau pinggiran (hinterland). Daerah perkotaan seperti Semarang yang sarat akan berbagai fasilitas, prasarana dan sarana secara logis tentu memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat jika dibanding dengan wilayah yang berada di luarnya. Di satu sisi pertumbuhan ini menyebabkan semakin terbukanya kesempatan kerja baru, di sisi lain pertumbuhan ini berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk di wilayah pinggiran yang berbatasan langsung dengan Kota semarang, antara lain Kecamatan Mranggen di Kabupaten Demak, Kecamatan Ungaran di Kabupaten Semarang, dan Kecamatan Kaliwungu di Kabupaten Kendal. Berdasarkan data dalam buku Kecamatan Dalam Angka, pada tahun 2001 jumlah penduduk Kecamatan Mranggen, Ungaran, dan Kaliwungu secara berturut-turut adalah sebesar 123.721 jiwa, 110.546 jiwa, dam 88.156 jiwa. Namun dalam kurun waktu lima tahun jumlah penduduk Kecamatan Mranggen meningkat menjadi 127.131 jiwa, Kecamatan Ungaran 124.872 jiwa, dan Kecamatan Kaliwungu 91.515 jiwa. Jika dilihat dari tingkata kepadatan penduduk, maka tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah di Kecamatan Mranggen yaitu sebesar 1,740 jiwa/km  Semarang. Jika dilihat dari mata pencahariannya, sebagian besar penduduk Mranggen banyak yang bekerja di sektor pertanian. Namun pertumbuhan penduduk di sektor ini semakin berkurang dikarenakan semakin menyempitnya lahan pertanian di satu sisi, sedangkan di sisi lain pertumbuhan industri di kota semakin cepat sehingga banyak penduduk yang beralih profesi menjadi buruh industri dan bekerja di sektor informal (buruh bangunan, pedagang, dan lain-lain).
Jumlah penduduk Kota Semarang mencapai   1,45 juta jiwa pada tahun 2007. Angka ini terus meningkat dan pada tahun 2009 telah mencapai 1,50 juta jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk pada tiga tahun terakhir berfluktuatif. Dimana tercatat pada tahun 2007 sebesar 1,43% kemudian meningkat agak tajam menjadi 1,86% di tahun 2008 dan terakhir mengalami sedikit penurunan 0,15% di tahun 2009.  Dengan luas wilayah sekitar 377 km2, ini berarti setiap  km2 ditempati penduduk sebanyak 4.032 orang pada tahun 2009. Selain itu anggota rumah tangga dalam setiap rumah tangga terlihat cenderung menurun.  Secara umum jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Pada tahun 2009, untuk setiap  100 penduduk perempuan terdapat 98 penduduk laki-laki.                
2.2 Visi dan Misi Kota Semarang, sehingga dapat menjadi kota yang sejahtera.
Disadari sepenuhnya walaupun pembangunan di Kota Semarang sudah berjalan sesuai tahapan yang direncanakan, namun menghadapi perubahan dinamika pembangunan global yang begitu cepat, sehingga diperlukan antisipasi agar Kota Semarang mampu tumbuh dan berkembang sejajar seperti kota Metropolitan lainnya di Indonesia. Dari rumusan prioritas pembangunan yang diamanatkan oleh RPJPD Kota Semarang 2005-2025, untuk periode pembangunan 2010 -2015, telah dipilih pendekatan motivasi kepada seluruh pemangku kepentingan untuk membangkitkan komitmen bahwa keberhasilan pembangunan tidak hanya merupakan tanggung jawab Pemerintah semata tetapi merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat Kota Semarang
Selaras dengan motto pembangunan Provinsi Jawa Tengah ”Bali nDeso mBangun Deso” yang bertujuan untuk memaksimalkan potensi yang ada di wilayah pedesaan, baik dari sisi sumber daya alam, sumberdaya manusia, sosial kemasyarakatan, keluhuran budaya serta kearifan lokal maka “Waktunya Semarang Setara” merupakan Motto Kota Semarang untuk membangun motivasi guna mengoptimalkan potensi Kota Semarang melalui komitmen seluruh pemangku kepentingan (Pemerintah–masyarakat–swasta) untuk bersama membangun dan mensejajarkan dengan Kota metropolitan lainnya serta mempermudah implementasi Visi dan Misi Kota Semarang 2010-2015. “Waktunya Semarang Setara” juga dimaksudkan sebagai momentum kebangkitan seluruh masyarakat Kota Semarang agar mampu sejajar dengan kota-kota metropolitan lainnya dalam segala aspek kehidupan guna mencapai kesejahteraan bersama. “Setara” juga dimaknai sebagai akronim Semarang kota sejahtera yang merupakan sasaran akhir pembangunan.
Langkah kongkrit untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan dengan memprioritaskan program-program pembangunan yang diwujudkan dalam “SAPTA PROGRAM” yang terdiri dari Penanggulangan Kemiskinan dan pengurangan pengangguran, Rob dan banjir, Pelayanan publik, Tata ruang dan infrastruktur, kesetaraan dan keadilan gender, pendidikan serta kesehatan. melalui sapta program tersebut, merupakan langkah kongkrit untuk mendudukan Kota Semarang sejajar dengan Kota Metropolitan di Indonesia akan lebih cepat tercapai.
Rumusan motto tersebut kemudian di-ejawantah-kan dalam Visi, Misi, Tujuan, Strategi dan Sasaran sebagai berikut :
Ø VISI
Visi adalah kondisi yang diinginkan pada akhir periode perencanaan yang direpresentasikan dalam sejumlah sasaran hasil pembangunan yang dicapai melalui program-program pembangunan dalam bentuk rencana kerja. Penentuan visi ini mendasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP) 2005 – 2025 dan penelusuran jejak historis Kota Semarang sebagai kota niaga dimana pada jaman dahulu pernah dinyatakan sebagai Kota Niaga terbesar kedua sesudah Batavia. Berdasar sejarah sebagai kota niaga tersebut dan didukung oleh analisis potensi, faktor-faktor strategis yang ada pada saat ini serta proyeksi pengembangan kedepan, maka dirumuskan visi sebagai berikut :
TERWUJUDNYA SEMARANG KOTA PERDAGANGAN DAN JASA, YANG BERBUDAYA MENUJU MASYARAKAT SEJAHTERA”
Visi tersebut memiliki empat kunci pokok yakni kota perdagangan, kota jasa, kota berbudaya, dan masyarakat yang sejahtera.
Kota Perdagangan, mengandung arti Kota yang mendasarkan bentuk aktivitasnya pada pengembangan ekonomi yang lebih menitikberatkan pada aspek perniagaan sesuai dengan karakteristik masyarakat kota, yang didalamnya melekat penyelenggaraan fungsi jasa yang menjadi tulang punggung pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan tidak meninggalkan potensi lainnya. Pengembangan kota perdagangan diarahkan pada upaya untuk lebih meningkatkan produktifitas, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kota secara keseluruhan.
Dari pemahaman tersebut, karakteristik Semarang sebagai kota perdagangan mengandung beberapa aspek penting, diantaranya :
1. Pusat kegiatan (Center Point) distribusi dan transaksi barang dan jasa.
Sesuai dengan letak geografisnya, Kota Semarang merupakan jalur distribusi barang dan jasa untuk wilayah Jawa Tengah pada khususnya dan pulau Jawa pada umumnya, serta antara pulau Jawa dengan Luar Jawa. Oleh karena itu pengembangan Kota Semarang sebagai Kota Perdagangan mengedepankan konsep pembangunan yang mengarah pada terwujudnya Kota Semarang sebagai pusat transaksi dan distribusi barang dan jasa. Sebagai salah satu konsekuensi yang harus diemban adalah pelayanan yang memadai kepada seluruh pemangku kepentingan yang menopang pengembangan kota.
2. Pengembangan jejaring (networking) dan kerjasama perdagangan
Pengembangan Kota Semarang sebagai Kota Perdagangan juga bermakna bahwa pembangunan perekonomian daerah harus didasarkan pada terbangunnya jejaring dengan daerah – daerah lain, terutama daerah penyangga (hinterland). Dengan demikian Kota Semarang akan dapat menjadi sentra aktivitas distribusi perdagangan barang dan jasa baik dalam skala lokal, nasional, regional, maupun internasional.
3. Pengembangan potensi ekonomi lokal                                  
Membangun kota perdagangan tidak bisa lepas dari pengembangan potensi ekonomi lokal. Untuk menunjang terwujudnya Kota Semarang sebagai pusat transaksi dan distribusi, maka salah satu faktor penting adalah bagaimana mengembangkan potensi lokal agar memiliki nilai tambah ekonomi, yang diharapkan menjadi ikon Kota Semarang.
Beberapa potensi dasar yang dimiliki dan layak dikembangkan sebagai daya tarik kota Semarang adalah pada aspek industri, dalam konteks ini adalah industri kecil dan menengah yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan, seperti batik, lumpia, bandeng, industri olahan, dan lain-lain. Disamping itu potensi ini juga harus didukung dengan pengembangan pasar tradisional yang memiliki daya tarik dan daya saing terhadap pasar modern.
1. Pengembangan sarana prasarana penunjang
Pembangunan sarana dan prasarana penunjang dalam pembangunan sebuah kota merupakan salah satu syarat yang mutlak harus dipenuhi. Disamping sarana prasarana fisik seperti jalan, jembatan, pelabuhan laut, terminal peti kemas, bandar udara internasional, hotel, perbankan, terminal, dan juga sarana penunjang yang sifatnya non fisik, seperti Sumber Daya Manusia (SDM) dan regulasi/kebijakan. Pengembangan SDM secara memadai sangat diperlukan, penataan SDM birokrasi dalam peningkatan pelayanan publik dan peningkatan kualitas SDM dalam meningkatkan daya dukung pengembangan kota, termasuk dalamnya penyiapan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan daerah.
Kota Jasa, sebutan sebagai kota jasa sebenarnya tidak lepas dari status kota perdagangan, karena perdagangan akan selalu terkait dengan persoalan perniagaan atau proses transaksi dan distribusi barang dan jasa. Kota Jasa lebih menekankan pada fungsi kota dalam pelayanan publik di berbagai bidang. Sebagai kota jasa dengan demikian mencakup kesiapan kota dalam melaksanakan berbagai fungsi, diantaranya :
1. Penyediaan jasa layanan publik secara memadai, baik mencakup standar pelayanan sesuai kualitas yang diharapkan masyarakat, pengaturan / regulasi yang dapat memberikan jaminan mutu pelayanan, maupun kualitas sumber daya manusia dalam pelayanan.
2. Penyediaan fasilitas penunjang yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, seperti hotel, perbankan, transportasi, kesehatan (Rumah Sakit), pendidikan, telekomunikasi, Ruang Pamer Ruang Pertemuan, dan lain sebagainya.
3. Berorientasi dan mengutamakan kepantingan masyarakat sebagai pelanggan, dalam arti menempatkan masyarakat sebagai pelanggan yang harus dilayani dengan sebaik-baiknya (Customer engagement)
4. Pola berpikir (Mindset) dan perilaku melayani bagi masyarakat yang dapat mendorong terciptanya budaya pelayanan
Kota Berbudaya, mengandung arti bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan senantiasa dilandasi seluruh aspek kebudayaan yang terdiri dari Cipta, Rasa dan Karsa yang telah tumbuh menjadi kearifan masyarakat seperti pelaksanaan nilai-nilai religiusitas, kemanusiaan, kebersamaan, persaudaraan, ketertiban dan sikap ketauladanan lainnya dalam lingkungan budaya masyarakat, sehingga menghasilkan pembangunan karakter yang mengedepankan kehalusan budi dan perasaan, manusiawi, dan penghormatan terhadap hak azazi manusia.
Percepatan pembangunan yang dilaksanakan tentunya tidak serta-merta melahirkan kesejahteraan dan kemaslahatan bagi orang banyak. Namun kadangkala menimbulkan ekses negatif terhadap tatanan sosial kemasyarakatan, khususnya menyangkut kesenjangan, konflik sosial, kekerasan kolektif, dan materialisme tanpa hati nurani. Pendekatan budaya seyogyanya menjadi aras utama berbagai upaya solusi persoalan tersebut karena pendekatan budaya pada hakekatnya adalah pendekatan kemanusiaan dan sesungguhnya budaya itu memiliki sifat kekinian dan aktif sebagai proses penataan sosial, ekonomi, politik, dan teknologi.
Sejahtera, Pemberian otonomi kepada daerah, pada hakekatnya merupakan proses pemberdayaan kolektif bagi seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, agar disatu sisi tercipta ruang lebih leluasa bagi segenap jajaran birokrasi Pemerintah Daerah untuk memenuhi seluruh tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar, sedangkan disisi yang lain terbuka peluang bagi warga masyarakat dan dunia usaha untuk meningkatkan keberdayaannya sehingga mampu dan mau secara mandiri memenuhi segala kebutuhan hidup dan kehidupannya.
Sejahtera dalam visi ini, mengarah pada tujuan terlayani dan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup dan rasa aman dan tentram serta adil dalam segala bidang.
Dengan demikian, Visi tersebut mengandung pengertian bahwa lima tahun kedepan Kota Semarang diharapkan menjadi Kota Perdagangan dan Jasa yang dapat melayani seluruh aktivitas masyarakat kota dan daerah hinterlandnya, yang memiliki derajat kualitas budaya masyarakat yang tinggi baik dari segi keimanan dan ketaqwaan, keunggulan dan berdaya saing tinggi, berperadaban tinggi, profesional serta berwawasan ke depan dengan tetap menjamin keberlanjutan pengelolaan sumberdaya manusia dan kearifan lokalnya secara bertanggungjawab yang mendasarkan pada aspek perdagangan dan jasa sebagai tulang punggung pembangunan dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat.


Ø MISI
Dalam mewujudkan Visi “Terwujudnya Semarang Kota Perdagangan Dan Jasa, Yang Berbudaya Menuju Masyarakat Sejahtera” ditempuh melalui 5 (lima) misi pembangunan daerah sebagai berikut :
1. Mewujudkan sumberdaya manusia dan masyarakat Kota Semarang yang berkualitas.
Adalah pembangunan yang diarahkan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang memiliki tingkat pendidikan dan derajat kesehatan yang tinggi, berbudi luhur disertai toleransi yang tinggi dengan didasari keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME.
2. Mewujudkan Pemerintahan Daerah yang efektif dan efisien, meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta menjunjung tinggi supremasi hukum.
Adalah penyelenggaraan Pemerintah yang diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah secara nyata, efektif, efisien dan akuntabel dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good Governance) dan Pemerintah yang bersih (Clean Governance) sehingga mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat yang disertai dengan penegakan supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia. Perwujudan pelayanan publik mencakup beberapa aspek, yaitu sumber daya aparatur, regulasi dan kebijakan serta standar pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3. Mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah.
Adalah pembangunan yang diarahkan pada peningkatan kemampuan perekonomian daerah dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif yang berbasis pada potensi unggulan daerah, berorientasi ekonomi kerakyatan dan sektor ekonomi basis yang mempunyai daya saing baik ditingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional.
4. Mewujudkan tata ruang wilayah dan infrastruktur yang berkelanjutan.
Adalah pembangunan yang diarahkan pada peningkatan pemanfaatan tata ruang dan pembangunan infrastruktur wilayah secara efektif dan efisien dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat kota dengan tetap memperhatikan konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
5. Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat
Adalah pembangunan yang diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang memiliki kehidupan yang layak dan bermartabat serta terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dengan titik berat pada penanggulangan kemiskinan, penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial, pengarusutamaan gender dan perlindungan anak serta mitigasi bencana.

2.3 Hubungan pertumbuhan penduduk Kota Semarang dengan aspek ekonominya
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar di dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional, termasuk pula percepatan/akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). Sedangkan menurut Sukirno (1985), pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Pembangunan ekonomi suatu negara atau suatu daerah pada dasarnya merupakan interaksi dari berbagai faktor seperti faktor sumber daya manusia, sumber daya alam, modal, teknologi dan lain-lain. Penekanan pada faktor demografi di dalam kerangka pembangunan baik daerah maupun nasional karena pertama, penduduk merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program
pembangunan yang dilakukan sehingga posisi penduduk di dalam pembangunan dapat sebagai subyek pembangunan yaitu sebagai input dalam faktor produksi berupa penyediaan tenaga kerja yang akan digunakan di dalam proses produksi dan sebagai obyek pembangunan yaitu sebagai konsumen yang menggunakan berbagai sumber daya ekonomi. Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan pemerintah. Oleh karena itu kebijakan dan program kependudukan, tidak semata-mata hanya sebagai upaya untuk mengetahui pola dan arah demografi tetapi juga untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang (Tjiptoherijanto, 2000). Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya, mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi di dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Akan tetapi, kondisi demografi di setiap daerah di Indonesia yang secara geografis, sumber daya alam dan sumber daya manusianya berbeda-beda, menimbulkan suatu daerah menjadi lebih makmur dan lebih maju dibandingkan dengan daerah yang lain dan mengakibatkan adanya distribusi penduduk yang tidak merata antara pulau jawa dengan pulau yang lain atau antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, tingginya angka dependency ratio serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu kebijakan pembangunan dilakukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di setiap daerah dengan mengidentifikas setiap potensi dari sektor-sektor potensial yang dimiliki setiap daerah, kemudian menganalisisnya untuk membuat sektor-sektor tersebut memiliki nilai tambah bagi pembangunan ekonomi daerah dan memanfaatkan potensi dari sektor tersebut. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan penduduknya melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi. Indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Oleh sebab itu, setiap daerah selalu menetapkan target tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi didalam perencanaan dan tujuan pembangunan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk bertambah terus sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahunnya. Hal ini dapat terpenuhi lewat peningkatan output perkapita secara agregat baik barang maupun jasa atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita setiap tahunnya. Karena menurut Suparmoko (2000), PDRB perkapita merupakan salah satu indikator dalam mengukur pertumbuhan ekonomi di suatu daerah karena telah memperhitungkan jumlah penduduk. Pemerintah Kota Semarang sebagai pelaksana pembangunan di daerah Kota Semarang, masih dihadapkan pada permasalahan bagaimana memacu pertumbuhan output daerah. Apabila dibandingkan dengan Kota besar lainnya di Pulau Jawa, nilai rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita Kota Semarang cukup rendah.
Pertumbuhan ekonomi di kota–kota besar di Indonesia, khususnya dikota Semarang semakin memacu perkembangan pusat-pusat perekonomian yang baru. Baik pusat perdagangan, industri, perkantoran, pemukiman dan lain-lain. Kota Semarang sebagai ibu kota Propinsi Jawa Tengah terus memacu untuk berkembang sebagai kota perdagangan dan industri. Sehingga pembangunan pusat-pusat perdagangan dan industri terus berkembang. Selama ini pusat-pusat perekonomian dan perdagangan di Semarang masih bersifat terpusat dipusat kota, seperti dikawasan Simpang Lima, Johar dan disekitar pusat kota. Namun seiring dengan kebutuhan perkembangan kota dan ketersediaan tata guna lahan yang ada, maka tidak memungkinkan lagi untuk membangun pusat-pusat kegiatan masyarakat yang berada di lokasi perkotaan sehingga pembangunan diarahkan untuk pengembangan kawasan-kawasan yang berada pada daerah di pinggir kota. Perkembangan ekonomi yang relatif cepat mengakibatkan tingginya mobilitas berdampak pada kenaikan arus lalu lintas yang cukup padat. Sehingga sebagai ibu kota Propinsi Jawa Tengah, Semarang merupakan pusat perekonomiaan dan sekaligus sebagai tempat transit lalu lintas dari arah timur ke barat yaitu dari propinsi Jawa Timur menuju ke Jawa Barat dan Jakarta maupun yang berasal dari arah selatan yaitu Solo dan Yogyakarta dan sebaliknya, pergerakan lalu lintas tersebut akan berpengaruh terhadap transportasi lokal. Sehingga pada jam-jam sibuk sering terjadi tundaan ataupun kemacetan terutama pada lalu lintas yang menuju dan keluar dari kota Semarang, yang salah satunya adalah ruas jalan Kaligawe.

2.4   Permasalahan Kota Semarang

A. Permasalahan permukiman di kota Semarang
1.   Angka kepadatan penduduk yang tinggi sedangkan pada luasan lahan yang terbatas di kota Semarang.
2.      Bau busuk yang menganggu di sekitar permukiman maupun  di pusat kota.
3.      Banjir saat hujan turun
4.      Rob
5.      Lingkungan kumuh dan tidak sehat
6.      Pencemaran air tanah dan intrusi air laut sehingga air tanah tidak layak konsumsi.
B. Faktor Penyebab Permasalahan Permukiman di kota Semarang
1. Angka kepadatan penduduk yang tinggi di kota Semarang di sebabkan oleh tingginya arus urbanisasi. Semarang menjadi daerah tujuan urbanisasi di Jawa Tengah, mengingat semakin berkembangnya industri besar maupun kecil di kota Semarang. Kurangnya lapangan kerja di desa menyebabkan semakin tingginya minat penduduk desa untuk pindah ke kota. Industry di kota membutuhkan banyak tenaga kerja sehingga para pekerja banyak berbondong-bondong menuju kota dan menetap di kota Semarang dengan pertimbangan dekat lokasi kerja. Keadaan ekonomi para pekerja berbeda-beda, pekerja yang memiliki tingkat perekonomian menengah tinggi lebih suka tinggal di luar pusat kota yang lebih nyaman dengan fasilitas yang permukiman yang terencana. Bagi pekerja yang memiliki tingkat perekonomian menengah kebawah akan lebih suka tinggal di dekat lokasi kerja mereka. Inilah yang menyebabkan kepadatan penduduk yang tinggi di kota Semarang, padahal luas lahan kota Semarang semakin menipis dengan bukti sudah tiadanya lahan pertanian maupun lahan kosong serta semakin banyaknya bukit – bukit di Semarang yang dikepras untuk area permukiman baru. Kondisi ini akan menyebabkan munculnya masalah-masalah baru di kota Semarang dan sekitarnya.
2.  Bau busuk yang mencemari udara di kota Semarang disebabkan oleh pengelolaan sampah, selokan dan gorong-gorong yang tidak baik. Tingginya kepadatan penduduk di kota Semarang juga meningkatkan banyaknya sampah-sampah rumah tangga dan sampah hasil industry. Tidak semua orang sadar akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Terbukti dengan ditemukannya sampah yang dibuang sembarangan di tempat umum, di kali, selokan, dan hal ini akan menyumbat aliran air buangan dan mempercepat pembusukan sampah sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap menyemari permukiman dan semua area. Kondisi di TPA kota Semarang juga semakin menumpuk, contohnya di TPA Jati Barang lokasinya terletak di Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, di bagian barat Kota Semarang  dikabarkan air lindi sudah mencemari air sungai Kreo yang memang lokasi TPA ada di tepi sungai Kreo. Saat melewati lokasi ini akan tercium bau busuk yang menyengat.
3.  Banjir di kota Semarang bukan menjadi hal aneh lagi karena memang sudah sering terjadi. Ada lima potensi banjir di Kota Semarang, antara lain:
a. Potensi pertama, melihat karakteristik geografi, Kota Semarang memiliki daerah-daerah potensi banjir, karena adanya perbedaan tinggi dataran antara wilayah utara dan ilayah selatan. Kondisi ini terjadi karena adanya banjir kiriman dari wilayah selatan Kota Semarang dan kabupaten Semarang.
b. Potensi kedua, adanya perubahan pemanfaatan lahan dari hutan karet menjadi perumahan di wilayah kecamatan Mijen memperbesar kerusakan di daerah tersebut. Akibatnya jumlah air hujan yang mengalir ke wilayah Ngaliyan menjadi bertambah dan membuat daerah tersebut terkena musibah banjir; padahal sebelumnya di daerah tersebut belum pernah terkena banjir. Selain penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan yang terjadi di wilayah Kabupaten Semarang dari areal pertanian menjadi areal perumahan baru. Penyebab lain, banyak sungai yang berhulu di daerah Kabupaten Semarang melewati Kota Semarang.
c. Potensi ketiga, adanya pengeprasan bukit di beberapa tempat mengakibatkan perubahan pola aliran air, erosi, dan mempertinggi kecepatan air, sehingga membebani pengairan.
d.  Potensi keempat, pembangunan rumah liar di atas bantaran sungai, pembuatan tambak yang mempersempit sungai dan penutupan saluran di daerah hilir.
e.  Potensi kelima adalah permasalahan non-teknis yaitu perilaku masyarakat kota Semarang yang buruk. Perilaku membuang sampah di saluran dan di sembarang tempat. Rendahnya kesadaran masyarakat koa ditunjukkan sewaktu banjir di beberapa jalan protokol kota Semarang diakibatkan adanya saluran yang tersumbat, namun masyarakat tidak segera mengatasinya melainkan menunggu petugas dari pemerintah Kota Semarang untuk mengatasi permasalahan pada saluran tersebut.
4. Banjir rob yang melanda daerah-daerah di pinggiran laut atau pantai disebabkan oleh:
a.  Permukaan tanah yang lebih rendah daripada muka pasang air laut.
b.  Bertambah tingginya pasang air laut.
c.  Sedimentasi dari daerah atas (burit) di muara sungai (Kali Semarang, Banjir Kanal Barat, Kali Silandak, Kali Banger, Silandak Flood Way, Baru Flood Way, dan kali Asin) maupun sedimentasi air laut khususnya oleh pasang surut (rob), di samping oleh pengaruh gelombang dan arus sejajar pantai, sehingga terjadi pendangkalan muara yang berakibat mengurangi kapasitas penyaluran dan akibat selanjutnya menambah parah banjir di sekitarnya.
5. Lingkungan kumuh banyak terdapat dikota Semarang terutama di sekitar permukiman padat penduduk sehingga memicu terciptanya permukiman kumuh di kota semarang. Antusias masyarakat terhadap kehidupan kota menyebabkan banyak masyarakat melakukan urbanisasi besar-besaran ke kota Semarang. Masyarakat dengan tingkat perekonomian tingkat menengah ke bawah tidak memiliki pilihan lain selain tinggal di permukiman kumuh. Mereka bertahan dengan mempertimbangkan lokasi permukiman yang  kebanyakan dekat dengan lokasi kerja. Lingkungan kumuh memicu timbulnya banyak penyakit seperti, diare, muntaber, berbagai macam penyakit kulit, infeksi pernafasan, TBC bahkan kanker. Sampai saat ini masyarakat tingkat ekonomi bawah masih belum memahami pentingnya kesehatan, mereka pun belum menetapkan kriteria rumah sehat di rumahnya.
6. Pencemaran air tanah salah satunya disebabkan oleh limbah industy pabrik yang di buang secara sembarangan ke badan – badan air seperti sungai, laut sehingga mencemari air tanah yang biasanya dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Pencemaran air tanah juga disebabkan oleh adanya intrusi air laut ke daratan akibat terjadinya penurunan permukaan tanah dan naiknya permukaan air laut.  
Air Tanah Bebas merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air ( aquifer ) dan tidak tertutup oleh lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota Semarang bawah (yang berada didataran rendah), banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3 - 18 m. Amblesan tanah yang terjadi di dataran Semarang disebabkan oleh dua faktor, yaitu penurunan muka air tanah akibat pemompaan dan peningkatan beban karena pengurugan tanah. Tektonik di Pulau Jawa yang cukup aktif pada Pliosen Akhir - Plistosen Tengah, menghasilkan pola struktur geologi yang kompleks di daerah sebelah selatan daerah penelitian. Struktur sesar yang aktif belum diketahui dengan jelas pengaruhnya terhadap proses amblesan tanah di dataran aluvial Semarang. Akibatnya apabila berlangsung terus-menerus, beberapa wilayah justru lebih rendah daripada permukaan air laut. Akibat pengambilan air bawah tanah yang berlebihan sementara air permukaan tanah lebih rendah dari permukaan air laut, maka terjadi intrusi air laut. Intrusi air laut saat ini sudah mencapai daerah Simpang Lima dan Tugu Muda Semarang (batas Semarang Atas dan Semarang Bawah).
2.5 Cara Mengatasi Permasalahan Permukiman di Kota Semarang
·      Untuk mengatasi tingkat kepadatan penduduk di kota Semarang perlu diadakan penekanan terhadap  tingginya laju urbanisasi di kota Semarang.
·      Perlu diadakan penyuluhan kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatuyangbersangkutan dengan urbanisasi.
·      Harus ada peraturan yang tegas, terutama di daerah kota tujuan urbanisasi tentang tata kota dan kependudukan.
·      Intensifikasi pertanian di pedesaan-
·      Mengurangi atau membatasi tingkat pertambahan penduduk lewat pembatasan kelahiran, yaitu dengan program Keluarga Berencana di desa maupun di kota.
·      Memperluas dan mengembangkan lapangan kerja dan tingkat pendapatan di pedesaan, sehingga dorongan penduduk untuk berurbanisasi berkurang.














BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa pertumbuhan penduduk di Indonesia, tepatnya di Kota Semarang dapat menimbulkan dampak yang besar terhadap perekonomian, apalagi  jika pertumbuhan  penduduk yang tidak diimbangi dengan sarana dan prasarana yang memadai, nantinya akan banyak dampak negatif yang akan ditimbulkan seperti; kerusakan lingkungan dengan segala dampak yang menyertainya menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang ditelantarkan, sehingga kemiskinan dan kesejahteraan rakyat dapat menurunkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat menghambat perkembangan  negara Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang cepat dan tidak diimbangi oleh lapangan pekerjaan yang tersedia, maka akan menimbulkan pengangguran dimana-mana, apalagi  ditambah dengan pemusatan-pemusatan lapangan pekerjaan yang semakin cenderung.
Cara Mengatasi Permasalahan Permukiman di Kota Semarang
·      Untuk mengatasi tingkat kepadatan penduduk di kota Semarang perlu diadakan penekanan terhadap  tingginya laju urbanisasi di kota Semarang.
·      Perlu diadakan penyuluhan kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatuyangbersangkutan dengan urbanisasi.
·      Harus ada peraturan yang tegas, terutama di daerah kota tujuan urbanisasi tentang tata kota dan kependudukan.
·      Intensifikasi pertanian di pedesaan-
·      Mengurangi atau membatasi tingkat pertambahan penduduk lewat pembatasan kelahiran, yaitu dengan program Keluarga Berencana di desa maupun di kota.
·      Memperluas dan mengembangkan lapangan kerja dan tingkat pendapatan di pedesaan, sehingga dorongan penduduk untuk berurbanisasi berkurang.

3.2 Saran
Usaha pemerintah Indonesia yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas penduduk melalui fasilitas pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan dan penundaan usia kawin pertama. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena itu, meskipun program keluarga berencana (KB) digalakkan Indonesia, di sisi lain diperlukan angka pertumbuhan penduduk yang tinggi untuk meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi.














DAFTAR PUSTAKA

0 Comments:

Post a Comment



By :
Free Blog Templates