Tuesday, 24 September 2013

MAKALAH POLA TANAM SAWAH TADAH HUJAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Usaha tani Padi sawah tadah hujan memiliki prospek yang sangat baik terutama pada daerah yang memiliki bulan basah berturut-turut 4-8 bulan. Produksi padi sawah tadah hujan saat ini rata-rata baru mencapai 3,0-4,0 ton/ha sementara hasil penelitian IRRI-CRIFC sudah mencapai 6,5-7,5 ton/ha. Teknologi padi sawah tadah hujan yang tepat diharapkan mampu meningkatkan produktivitas padi gogo.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, kami hendak mengaji permasalahan yakni tentang sejauh mana Peranan sawah tadah hujan pada pertanian padi .
1.3 Tujuan
            Adapun Tujuan penulisan Makalah ini untuk mendeskripsikan tentang pengertian sawah tadah hujan dan hal-hal yang berhubungan dengan pertanian di sawah tadah hujan.

1.4 Manfaat
            Manfaat penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Pola Tanam.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian
Sawah tadah hujan adalah sawah yang pengairannya berasal dari air hujan. Pada sawah ini, tanaman padi sangat bergantung pada musim hujan. Setiap tahun petani dapat panen padi 1-2 kali. Untuk menghindari ancaman kekeringan pada musim kemarau, petani lebih banyak menanam padi 1 kali diselingi dengan tanaman palawija lainnya.
Bertanam padi di sawah tadah hujan dalam mengusahakan padi disawah, soal yang terpenting adalah bidang tanah yang ditanami harus dapat :
a.       Menanam air sehingga tanah itu dapatb digenangi air
b.      Mudh memperoleh dan melepaskan air
Pematang atau galengan memegang peranan yang sangat penting, karena dalam sistem bertanam padi di sawah tadah hujan ini, pematang atau galengan ini harus kuat dan dirawat, karena bertanam padi di sawah tadah hujan memerlukan air, sehingga dengan galengan-galengan sawah ini air dapat bertanam di petakan sawah. Dan padi dengan sistem penanaman tadah hujan ini tidak dapat ditanam pada tanah yang datar.
Penggarapan bertanam padi di sawah tadah hujan ini digarap secara “basahan” yaitu menunggu sampai musim hujan tiba dan dalam proses penanaman padi ini memakai bibit persemaian. Tetapi seringkali bibit sudah terlalu tua baru dapat ditanam karena jatuhnya hujan terlambat. Dalam penanaman padi sawah tadah hujan ini untuk menanam dan selama hidupnya membutuhkan air hujan cukup. Hal ini membawa resiko yang besar sekali karena musim hujan kadang datang terlambat, sementara padi sawah tadah hujan membutuhkan air hujan yang cukup. Maka seringkali terjadi puluhan ribu hektar tidak menghasilkan sama sekali atau hasilnya rendah akibat air hujan yang tidak mencukupi.

http://cybex.deptan.go.id/files/Inovasi%20Pola%20Tanam%20pada%20Lahan%20Sawah%20Tadah%20Hujan.jpg 








                   Peningkatan produktivitas lahan diantaranya dapat dilakukan melalui penerapan teknologi spesifik lokasi berdasarkan potensi sumberdaya domestik dengan memperhatikan aspek lingkungan. Peningkatan produktivitas di lahan sawah tadah hujan dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas per satuan luas dan peningkatan intensitas pertanaman. Rendahnya produktivitas dan intensitas pertanaman di lahan sawah tadah hujan disebabkan karena sumber air hanya tergantung pada curah hujan. Dengan demikian, pada lahan sawah tadah hujan yang memiliki curah hujan yang pendek maka penanaman padi hanya dapat dilakukan satu kali dalam setahun, selanjutnya lahan dibiarkan bera.
               Potensi lahan sawah di Desa Bojongkembar seluas 103 ha, dimana sekitar 90 ha merupakan lahan sawah tadah hujan. Permasalahan yang terjadi pada lahan sawah tadah hujan yaitu curah hujan yang tidak menentu pada awal tanam menyebabkan keterlambatan tanam pada musim tanam pertama (MT 1) karena debit air yang tidak cukup untuk penanaman padi. Masa tanam pada MT 1 umumnya petani di lahan sawah tadah hujan menanam komoditas palawija (misal kacang tanah, dan jagung manis), selanjutnya pada MT 2 ditanami oleh padi sawah. Pada MT 3 sebagian petani ada yang kembali menanam padi (walaupun terkadang gagal panen/puso akibat kekeringan), dan sebagian lahan dibiarkan bera, sehingga indeks pertanaman di lahan sawah tadah hujan hanya dua kali (IP 200). Untuk meningkatkan indeks pertanaman di lahan sawah tadah hujan dilakukan dengan pemanfaatan lahan bera.
Implementasi teknologi dilakukan selama program pendampingan PRIMATANI tahun 2007 hingga 2009 oleh BPTP Jawa di Dusun Mekarsari, Desa Bojongkembar, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi untuk meningkatkan indeks pertanaman di lahan sawah tadah hujan pada MT 3 dengan komoditas palawija (jagung komposit, ubi jalar dan kacang tanah). Inovasi teknologi yang telah dilakukan oleh Prima Tani Kabupaten Sukabumi adalah melalui perbaikan pola tanam di lahan sawah tadah hujan menjadi Padi Gora-Padi-Palawija atau Palawija-Padi-Palawija.
Lahan sawah tadah hujan umumnya mempunyai produktivitas tanah dan tanaman rendah akibat rendahnya tingkat kesuburan tanah dan curah hujan tidak menentu. Perbaikan sifat fisik, kimia, dan hayati tanah sawah tadah hujan dapat dilakukan dengan pemberian pembenah oganik seperti jerami padi. Sedangkan peningkatan produktivitas sawah tadah hujan dapat ditempuh melalui pemberian pembenah organik dan pengelolaan tanaman. Namun pemberian pembenah organik dan pengelolaan tanaman padi dapat berpengaruh terhadap emisi gas rumah kaca, terutama emisi gas metana (CH4). Penelitian lapang yang dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jerami padi dan sistem tanam padi terhadap emisi metana dan hasil padi. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok, tiga ulangan, dan enam perlakuan kombinasi sistem tanam dan pemberian jerami padi. Padi yang ditanam dengan sistem tanam benih langsung memberikan pertumbuhan lebih baik, hasil gabah lebih tinggi, dan mengemisi CH4 lebih rendah dibandingkan dengan sistem tanam pindah. Sistem tanam benih langsung mampu menurunkan emisi metana rata-rata 33,3 persen dan meningkatkan hasil gabah padi Ciherang rata-rata 76 persen dibandingkan pada sistem tanam pindah. Pemberian jerami padi pada sistem tanam benih langsung nyata mengemisi metana lebih rendah dan menghasilkan gabah lebih tinggi daripada pada sistem tanam pindah. Jerami padi yang diberikan dalam bentuk melapuk cenderung mengemisi CH4 lebih rendah daripada dalam bentuk jerami segar. Hasil gabah tinggi dan emisi CH4 relatif rendah tercapai bilamana jerami padi diberikan dalam bentuk lapuk dan padi ditanam dengan sistem tanam benih langsung.
Permasalahan yang terjadi pada lahan sawah tadah hujan yaitu curah hujan yang tidak menentu pada awal tanam menyebabkan keterlambatan tanam pada musim tanam pertama (MT 1) karena debit air yang tidak cukup untuk penanaman padi. Masa tanam pada MT 1 umumnya petani di lahan sawah tadah hujan menanam komoditas palawija (misal kacang tanah, dan jagung manis), selanjutnya pada MT 2 ditanami oleh padi sawah. Pada MT 3 sebagian petani ada yang kembali menanam padi (walaupun terkadang gagal panen/puso akibat kekeringan), dan sebagian lahan dibiarkan bera, sehingga indeks pertanaman di lahan sawah tadah hujan hanya dua kali (IP 200). Untuk meningkatkan indeks pertanaman di lahan sawah tadah hujan dilakukan dengan pemanfaatan lahan bera.
Implementasi teknologi dilakukan selama program pendampingan PRIMATANI tahun 2007 hingga 2009 oleh BPTP Jawa di Dusun Mekarsari, Desa Bojongkembar, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi untuk meningkatkan indeks pertanaman di lahan sawah tadah hujan pada MT 3 dengan komoditas palawija (jagung komposit, ubi jalar dan kacang tanah). Inovasi teknologi yang telah dilakukan oleh Prima Tani Kabupaten Sukabumi adalah melalui perbaikan pola tanam di lahan sawah tadah hujan menjadi Padi Gora-Padi-Palawija atau Palawija-Padi-Palawija.
2.3  Pengolahan Tanah Untuk Budidaya Padi Sawah Tadah Hujan

Olah tanah 2 kali yaitu: (1) pada saat musim kemarau atau setelah terjadinya hujan; (2) saat menjelang tanam. Olah tanah dengan traktor dengan cara singkal, setelah hujan turun olah lahan untuk menghaluskan tanah kemudian ratakan. Sambil menunggu curah hujan yang cukup, pada setiap petak sawah perlu dibuat saluran keliling dan pada petakan yang luas perlu ditambah pembuatan semacam bedengan dengan lebar sekitar 5 m. Saluran ini sangat diperlukan untuk membuang kelebihan air atau akan berfungsi sebagai saluran drainase.
1.      Varietas
Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian Departemen Pertanian telah mengeluarkan varietas unggul dengan tingkat produksi yang tinggi. Varietas tersebut adalah: Ciherang, Cibogo, Cigeulis, Way Apo Buru, Mekongga dan Widas.




2.      Penanaman
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEih0FYIi4Ff7NZEStBgFPH9VnTdbO0DMnVWUNFrIw2dkwZrSbMFh20rPSNBeeEe_K_pc83131ReGjSeDEemvIREbVGqnzHgooR9oP2nwNkfoOfK7wHE1Rc_4PejUXahfZ_0OdBCVpJnODo/s200/PENANAMAN.jpg
 








Kegiatan tanam baru dapat dilakukan bila curah hujan sudah cukup stabil atau mencapai sekitar 60 mm/dekade (10 hari). Gunakan sistem tanam Jajar Legowo (20x10) x 30 cm atau (20x10) x 40 cm, 4-5 butir per lubang. Dengan seperti ini, populasi tanaman mencapai 400.000 rumpun/ha atau 330.000 rumpun/ha. Pelaksanaan penanaman dibantu dengan alat semacam caplakan untuk padi sawah. AAlat tersebut mempunyai 4 (empat) titik/mata yang berjarak 20 cm dan 30 cm atau 20 cm dan 40 cm, dan ditambah 2 titik paku yang berjarak 15 cm atau 20 cm dari titik/mata caplakan paling pinggir. Ketinggian titik/mata caplakan sekitar 6-7 cm. Keuntungan cara tanam jajar legowo adalah banyak kemudahan dalam pemeliharaan tanaman terutama penyiangan, penyemprotan dan pemupukan secara larikan.



3.      Pemupukan
Lahan Sawah Tadah Hujan umumnya tidak memiliki unsur hara sebaik lahan sawah irigasi. Lahan sawah tadah hujan membutuhkan pemupukan yang baik. Selain itu, waktu pemupukan juga perlu mendapat perhatian khusus, dimana bila lahan dalam kondisi kering pemupukan tidak dapat dilakukan harus menunggu sampai kondisi lahan menjadi lembab. Untuk meningkatkan efisiensi pupuk an-organic pada lahan sawah tadah hujan perlu ditambahkan pupuk organic atau pupuk kandang sekitar 3-5 ton/ha/tahun. Aplikasi pupuk organic sebaiknya dilakukan setelah pengolahan tanah pertama, dan diharapkan pada pengolahan tanah kedua pupuk organic akan tercampur dengan rata. Pada pemupukan I dilakukan pada umur (10-15) HST berikan 50 kg urea, 100 kg SP36 dan 100 kg KCL/ha. Pemupukan susulan I 35-40 HST dengan dosis pupuk 75 kg/ha. Pemupukan susulan II yaitu: pada saat primordial dengan takaran 75 kg/ha.
4.    Pengendalian Hama Dan Penyakit
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi48EjpPg-KfTboZFiDpnBSH4lktP2_cwBeMuynLOEF4uq1uvubQp9mktmBSW0Tt1vRD0_ufQlI_bJx0r_67dqjJodWRcxUtWyLciH_8U5oM248aqdqdYTUGL_G-mCzSk9MFNlImoX4gG8/s200/HAPEN.jpg 





                                                                                                        


Pada saat pertumbuhan vegetatif, hama yang sering menyerang adalah lalat bibit dan penggerek batang. Pada pertumbuhan lanjut, hama penggerek batang, pemakan dan penggullung daun juga sering menyerang. Pada beberapa lokasi juga ada kemungkinan hama wereng coklat dan wereng hijau penular penyakit tungro menyerang pertanaman. Bila tanaman sudah keluar malai, hama kepik hijau dan walang sangit juga sering menyerang.
Selain adanya serangan hama, penyakit utama usahatani ini adalah penyakit blas yang disebabkan oleh jamur Pycularia grisea dan penyakit bercak daun coklat Helminthosporium oryzae dan bercak daun bergaris Cercospora orizae. Cara pengendalian penyakit yang paling efektif dan efisien adalah dengan menanam varietas padi yang tahan, seperti varietas Tukad Petanu untuk penyakit Tungro dan varietas Ciherang yang tahan wereng coklat biotipe 2.. Pemberian pupuk organik N, P dan K yang berimbang selain meningkatkan produksi juga dapat menekan keparahan penyakit bercak daun. Bahkan dengan pengembalian jerami dan pemberian pupuk kandang dapat mengurangi kerugian oleh penyakit ini (Suparyono et al., 1992). Sistem tanam multi varietas atau mozaik varietas juga bisa ditempuh untuk mengurangi penyebaran penyakit dalam waktu singkat.
Gangguan lain yang sering muncul di lapangan adalah adanya kompetisi dengan tumbuhan pengganggu atau gulma. Bila pertumbuhan gulma padat, tanaman pokok padi akan sangat menderita karena kalah bersaing dalam mendapatkan air dan hara. Pengendalian gulma sebaiknya dilakukan lebih awal. Penyiangan pertama gan kedua dilakukan pada umur 30-45 hari setelah tumbuh. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan kored. Penyiangan ini sekaligus sebagai cara pembumbunan tanaman.
Gunakan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu: pengendalian dilakukan secara fisik, mekanis atau kimiawi. Penggunaan secara kimiawi dapat dilakukan apabila populasi organisme penggangu tanaman (OPT) sudah melebihi ambang batas ± >5 dalam satu rumpun tanaman (OPT) sudah melebihi ambang batas ± >5 dalam satu rumpun.
5.      Panen Dan Pasca Panen
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyQpGIzEtzfZ46a5UbQIwUK9aNArY8q8-Rl53dnrX-Pttiz6wCq9qR1sPBpYiDs2qjcRihzuJZCrx2pAv7DUnXQLPb5NtQsXLcCHjyPqEQkmme5pfeHvLLNV8AE3r3uRoFsF9_n3vMTSU/s200/PANEN.jpg
 








                   Masa panen apabila padi sudah melebihi umur masak dilihat dari 95% gabah telah menguning. Umumnya umur panen 110-130 hst. Gunakan sabit bergerigi dan alat perontok (tresher). Pasca panen yaitu dengan pengeringan padi hingga kadar air ± 14 %.



BAB III
 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sawah tadah hujan adalah sawah yang pengairannya berasal dari air hujan. Pada sawah ini, tanaman padi sangat bergantung pada musim hujan. Setiap tahun petani dapat panen padi 1-2 kali. Untuk menghindari ancaman kekeringan pada musim kemarau, petani lebih banyak menanam padi 1 kali diselingi dengan tanaman palawija lainnya.
Bertanam padi di sawah tadah hujan dalam mengusahakan padi disawah, soal yang terpenting adalah bidang tanah yang ditanami harus dapat :
a.       Menanam air sehingga tanah itu dapatb digenangi air
b. Mudah memperoleh dan melepaskan air
Hal_hal yang perlu diperhatikan dalam sawah tadah hujan yaitu
a.       Varietas
b.      Penanaman
c.       Pemupukan
d.      Pengendalian Hama dan Penyakit
e.       Panen dan Pasca Panen

3.2 Saran

                    Kami berharap para petani sawah tadah hujan harus memperhatikan agar sawah yang di kelola tetap memiliki pengairan yang cukup untuk  sawah mereka.

0 Comments:

Post a Comment



By :
Free Blog Templates